Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom: Defisit Fiskal Ideal untuk Indonesia di Bawah 1 Persen

Ekonom senior Awalil Rizky menilai defisit APBN selama ini terlalu tinggi. Indonesia mestinya dapat menekan defisit hingga 1 persen
Gedung Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Bisnis/Abdurachman
Gedung Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom senior Pusat Belajar Rakyat Awalil Rizky menilai bahwa defisit APBN selama ini terlalu tinggi, terlebih saat memasuki pandemi Covid-19. Indonesia mestinya dapat menekan defisit hingga 1 persen, bahkan ketika kondisi ekspansif.

Awalil menjelaskan bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) memang selalu defisit. Hal tersebut menjadi masalah karena secara nominal terus membesar, meskipun menurutnya pemerintah berdalih bahwa kondisinya aman berdasarkan rasio terhadap PDB.

Dia menilai bahwa saat pandemi Covid-19, defisit APBN melonjak menjadi 6 persen. Indonesia kemudian mendapatkan berkah dari kenaikan harga komoditas secara global sehingga pada 2021 defisit turun menjadi 4,7 persen.

Dia memperkirakan bahwa jika berkah komoditas itu tidak lagi ada, defisit APBN pada 2022 bisa mencapai 4 persen—4,5 persen. Meskipun tahun depan terdapat kewajiban untuk menurunkan defisit hingga di bawah 3 persen, Awalil menilai hal tersebut tidak cukup karena masih menjadi beban.

"Pertanyaan pentingnya, apakah dengan defisit 2 persen—2,5 persen defisit APBN sebelum pandemi lalu melompat menjadi 6 persen di era pandemi, dan setelah pandemi nanti diperkirakan bisa turun lagi 2,5 persen defisit, apakah hal itu baik? Maka jawabannya tidaklah baik," ujar Awalil dalam diskusi publik bertajuk Masa Depan APBN & Warisan Utang Jokowi, Minggu (24/4/2022).

Dia menilai bahwa defisit yang ideal bagi Indonesia adalah di bawah 1 persen, bahkan ketika keuangan negara hendak ekspansif. Menurutnya, sebagai negara berkembang Indonesia justru harus terus mengejar surplus APBN.

"Sesekali surplus dan empat tahun defisit dengan kisaran 1 persen itu masih dibolehkan [jika hendak ekspansif]," katanya.

Awalil menilai bahwa pengelolaan APBN saat ini bisa membuat masa depan keuangan negara menjadi buruk, bahkan sangat buruk. Alasannya beragam, mulai dari tingginya penerbitan utang hingga belanja yang tidak optimal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper