Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

YLKI: Larangan Ekspor Minyak Goreng dan CPO Hanya Terapi Kejut!

Berkaca pada larangan ekspor batu bara pada awal tahun ini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meyakini larangan ekspor CPO dan minyak goreng hanya terapi kejut yang bersifat sementara.
Ilustrasi kelapa sawit
Ilustrasi kelapa sawit

Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi memprediksi larangan ekspor CPO dan minyak goreng yang disampaikan Presiden Joko Widodo hanya merupakan terapi kejut yang bersifat sementara.

Dia menjelaskan kebijakan tersebut hanya akan bertahan sementara saja seperti larangan ekspor batu bara karena besarnya penolakan yang bisa datang dari berbagai pihak.

“Saya yakin larangan ini hanya bersifat terapi kejut, sebab perlu ada keseimbangan dari berbagai pihak. Sama saja seperti pemerintah melarang batu bara yang hanya bertahan 4 hari saja," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Minggu (24/4/2022).

Dia pun mengaku heran dengan larangan total ekspor CPO dan minyak goreng yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada Jumat (22/4/2022) tersebut. Pasalnya, hanya dengan larangan ekspor CPO 20 persen saja diyakininya sudah cukup memenuhi kebutuhan pasar.

“Dari sisi kepentingan konsumen secara teori [kebijakan ini] memang akan menurunkan harga [minyak goreng], karena bagi industri CPO dan minyak goreng tidak ada pilihan selain menjual di dalam negeri,” katanya.

Dia menjelaskan secara tidak langsung kebijakan tersebut memaksa setiap pelaku usaha terkait untuk memasok secara penuh akan kebutuhan minyak goreng dalam negeri.

Kendati demikian, dia mengatakan pemerintah dalam membuat larangan harus memperhitungkan segala aspek dan dampak yang mengikuti. Ia mengatakan tujuan utama kebijakan ini bukan sekadar untuk menurunkan harga minyak goreng di lapangan, tetapi ada banyak faktor lain yang perlu dijaga salah satunya serapan pasar dalam negeri.

“Memang harus diperhitungkan mulai dari serapan pasar dalam negeri, bahkan 20 persen saja DMO [Domestic Market Obligation] sudah sangat cukup, kalau 100 persen masuk ke dalam negeri ini untuk apa? Malah sudah bisa banjir lautan minyak goreng,” tuturnya.

Dia melanjutkan kebijakan Jokowi juga memiliki lebih banyak dampak negatifnya. Hal ini dikarenakan ada potensi menutup pendapatan negara dari devisa ekspor dibandingkan menurunkan harga minyak goreng di pasaran.

"Kalau tidak didistribusikan juga sama saja, pemerintah juga akan rugi karena kehilangan pajak ekspor, pendapatan ekspor,” katanya.

Tidak hanya itu, dia juga menilai larangan tersebut akan memanaskan kondisi pasar internasional sebab protes keras akan disuarakan negara lain mengingat Indonesia merupakan produsen CPO terbesar dunia dan pasokan internasional sudah terganggu akibat perang Ukraina-Rusia.

"Malah bisa mengacaukan pasar internasional, mungkin perang dengan internasional. Bahkan, bisa menuju perang dagang internasional, Indonesia melawan harga CPO internasional dengan melarang ekspor, nanti negara lain akan terdampak akan protes," tuturnya.

Namun, dia melanjutkan ada filosofi dari pernyataan larangan Jokowi yaitu menegur sikap egoisme dari industri CPO yang hanya mengukur harga nasional dengan parameter harga internasional tanpa memperdulikan aspek daya beli konsumen.

“Ini adalah pesan agar industri CPO tolong memasok harga CPO di dalam negeri dengan standar daya beli masyarakat, tidak apa ada margin profit, tetapi tidak menggunakan parameter internasional,” katanya.

Penyebabnya, dia menilai apabila tidak ada mufakat antara pemerintah dan pelaku usaha yang terjadi di lapangan, maka semua pihak akan dirugikan. Skenario terburuk yang dimaksud adalah konsumen yang dirugikan melalui harga minyak goreng yang mahal.

“Pelaku usaha juga akan dirugikan setelah dikuncinya keran ekspor karena mapping CPO itu 52 persen konglomerasi dan 40 persen industri rakyat yang dikhawatirkan industri rakyat ini kalau memang tidak ada solusi dan jalan tengah yaitu harga domestik mendapatkan harga nasional, bukan internasional,” jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper