Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melihat masih adanya kesenjangan pembangunan, terutama dari dimensi gender, meski pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil sebelum masa pandemi Covid-19, yakni sekitar 5,4 persen.
Merujuk laporan dari "Global Gender Gap Report" (2021), yang diterbitkan World Economic Forum, Sri Mulyani menyampaikan bahwa Indonesia memiliki gender gap index sebesar 0,688.
Jika dibedah, dia menjelaskan apabila gender gap index mencapai angka 0, artinya hak laki-laki dan perempuan sangat timpang. Sementara itu, apabila gender gap index mencapai angka 1, maka hak antara laki-laki dan perempuan adalah balance atau terjadi kesetaraan yang sempurna.
“Dengan adanya gender gap di 0,688, tentu kita masih memiliki pekerjaan rumah, yakni mulai dari meningkatkan inklusivitas dengan memberikan dan memberdayakan perempuan baik di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan paling penting adalah di bidang ekonomi dan politik,” ujar Sri Mulyani dalam acara LPPI Virtual Seminar #74 bertajuk Peran Perempuan Indonesia di Sektor Perbankan dan Jasa Keuangan, Kamis (21/4/2022).
Meski index Indonesia dari sisi gender gap mengalami sedikit lebih baik dibandingkan indeks dunia yang sebesar 0,677. Artinya, Indonesia memang lebih baik dibandingkan rata-rata dunia. Namun, bendahara negara itu menekankan, tidak berarti pekerjaan rumah Indonesia sudah selesai.
“Kalau dilihat dengan indeks gender gap 0,677. Artinya, dibutuhkan 135 tahun untuk bisa mewujudkan kesetaraan gender di seluruh dunia,” tuturnya.
Baca Juga
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, Sri menerangkan bahwa Indeks pemberdayaan gender terus menunjukkan peningkatan. Untuk indeks pembangunan gender sebesar 91,27 dan indeks pemberdayaan gender sebesar 76,26.
“Semakin mendekati 100, ini artinya kesenjangan semakin kecil,” jelasnya.
Di sisi lain, apabila melihat data ILO (International Labour Organization) tahun 2019, perempuan Indonesia menduduki 30 persen posisi dalam tingkat manajer di sektor publik dan swasta.
Sri membandingkan Indonesia dengan dengan negara-negara tetangga di ASEAN seperti Laos, Filipina, Brunei Darussalam, Singapura, dan Thailand. Angka tersebut 30 persen lebih rendah perempuan menduduki tingkat manajer di sektor publik dan swasta di Indonesia. Meski demikian, angka Indonesia lebih tinggi memang dari Vietnam dan Malaysia.
“Kalau kita lihat di pemerintahan ada 6 menteri perempuan dari 40 menteri atau 15 persen. Itu tentu lebih rendah dibandingkan indeks yang diukur oleh ILO, yakni sebesar 30 persen,” ucapnya.
Dari sisi sektor keuangan, Sri mengungkapkan bahwa perempuan Indonesia menduduki hanya 18 persen atau berada di bawah rata-rata global sebesar 20 persen dalam tingkat komite eksekutif di lembaga keuangan, demikian data Oliver Wyman (2020).
Sri menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh jumlah pekerja perempuan di sektor keuangan yang hanya sebesar 39,5 persen, di mana sektor keuangan dikenal lebih didominasi oleh laki-laki.
“Porsi pekerja perempuan di sektor keuangan yang memiliki keahlian hanya 12 persen, jauh lebih rendah dibandingkan para pekerja laki-laki yang bekerja di sektor keuangan dan memiliki keahlian yaitu sebesar 28 persen. Jadi perempuan hanya separuhnya atau kurang dari separuh,” sambungnya.
Dia melanjutkan, pada tingkat inklusi keuangan, perempuan hanya sebesar 75,2 persen, lebih rendah dari laki-laki dengan inklusi keuangan yang mencapai 77,2 persen. Sama halnya dengan literasi keuangan perempuan di Indonesia yang hanya 36 persen, lebih rendah dari laki laki sebesar 40 persen.
“Indeks pembangunan gender dan indeks pemberdayaan gender di Indonesia terus membaik. Namun, gender gap masih cukup besar, terutama pada tingkat kepemimpinan perempuan baik di sektor swasta, publik, dan juga terutama di sektor keuangan,” terangnya.