Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

As'ad Mahdi

Ekonom Samudera Indonesia Research Initiative (SIRI)

Lihat artikel saya lainnya

Opini: Konektivitas Laut Indonesia Menurun

Pemerintah perlu mengusahakan reformasi struktural untuk meringankan beban administrasi pelayaran sehingga dapat meningkatkan jumlah kedatangan kapal.
Ilustrasi pelayaran rakyat./Dephub.go.id
Ilustrasi pelayaran rakyat./Dephub.go.id

Bisnis.com, JAKARTA - Neraca perdagangan barang Indonesia pada 2020 mencatatkan surplus US$28,3 miliar atau level tertinggi sejak 2012. Surplus perdagangan berlanjut pada 2021 senilai US$43,8 miliar. Surplus perdagangan 2020 disebabkan tingkat penurunan impor (-18 persen) yang relatif lebih besar daripada ekspor (-3 persen).

Adapun, surplus perdagangan 2021 disebabkan kenaikan harga komoditas utama ekspor, seperti batu bara dan kelapa sawit.

Namun, masalah muncul ketika penurunan nilai impor yang sangat signifikan pada 2020 dibarengi dengan penurunan tingkat konektivitas laut Indonesia. Laporan Liner Shipping Connectivity Index (LSCI) tahun 2021 yang dirilis oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) mencatat level LSCI Indonesia hanya bergerak di kisaran 32,93—35,68 (dengan tren turun) pada periode kuartal II/2020 sampai kuartal I/2022.

Level tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode kuartal II/2017—kuartal I/2020 yang berada pada kisaran 41,41—51,11 (dengan tren naik), padahal di periode yang sama nilai rata-rata LSCI dunia berada pada tren naik.

LSCI adalah indeks yang disusun UNCTAD untuk mengukur tingkat integrasi suatu negara ke jaringan pelayaran dunia. Nilai indeks tersebut sama dengan 100 untuk nilai maksimum indikator konektivitas suatu negara di kuartal I/2006, yakni China. Apabila level LSCI Indonesia berada pada kisaran 32,93—35,68, maka bisa dibilang tingkat konektivitas laut Indonesia 74,32 persen—77,07 persen lebih rendah dibandingkan dengan tingkat konektivitas laut China 16 tahun yang lalu.

Menurunnya tingkat konektivitas laut, yang diindikasikan dari tren menurun LSCI, akan berdampak negatif terhadap kualitas rantai pasok suatu negara. Perdagangan internasional Indonesia mayoritas menggunakan transportasi laut, maka penurunan tingkat konektivitas laut secara terus-menerus akan membuat biaya logistik relatif lebih mahal untuk jangka panjang.

Hasil perhitungan yang dilakukan oleh Samudera Indonesia Research and Initiatives (SIRI) dengan memanfaatkan data biaya transportasi laut importasi barang di 85 negara pada 2016 yang dirilis oleh UNCTAD pada 2021 menunjukkan bahwa penurunan LSCI sebesar 1 persen akan meningkatkan persentase biaya transportasi laut importasi terhadap nilai impor barang sebesar 0,1 persen.

Dengan kata lain, penurunan LSCI Indonesia di kisaran 20,5 persen—30,2 persen pada periode kuartal II/2017—kuartal I/2022 diprediksi dapat meningkatkan persentase biaya transportasi laut untuk importasi terhadap nilai impor barang meningkat sebesar 2,1 persen—3,2 persen.

Kenaikan persentase biaya logistik importasi terhadap nilai impor barang, sekecil apapun, akan membuat arus impor barang tersebut menjadi makin sensitif terhadap perubahan biaya pengapalan (freight rate).

Ganggu Rantai Pasok

Dengan kondisi seperti sekarang, di mana freight rate pelayaran mengalami kenaikan sangat signifikan akibat kelangkaan kontainer dan kenaikan harga komoditas, kenaikan persentase biaya logistik akan sangat mengganggu rantai pasok barang di Indonesia.

Kemungkinan terburuknya, apabila masalah ini dibiarkan berlarut-larut, proses deindustrialisasi di Indonesia akan makin cepat dan persentase perdagangan terhadap produk domestik bruto (PDB) akan semakin menurun (deglobalisasi).

Mengingat indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat konektivitas laut suatu negara adalah jumlah kedatangan kapal, kapasitas bongkar/muat kargo di pelabuhan, jumlah liner shipping services, jumlah liner shipping company, dan rata-rata ukuran kapal yang menjalankan aktivitas pelayaran barang di negara tersebut, maka untuk meningkatkan tingkat konektivitas laut di Indonesia, pemerintah perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas dari kelima indikator tersebut.

Dengan demikian, strategi yang dapat dilakukan pemerintah dalam jangka pendek adalah memberikan insentif fiskal/non-fiskal serta moneter untuk meningkatkan jumlah liner shipping services dan liner shipping company yang melayani kegiatan impor di Indonesia.

Untuk jangka menengah, pemerintah dapat mengusahakan peningkatan kapasitas bongkar/muat kargo di pelabuhan dengan memperluas pelabuhan yang eksis/menambah pelabuhan baru.

Terakhir, untuk jangka panjang, pemerintah perlu mengusahakan reformasi struktural untuk meringankan beban administrasi pelayaran sehingga dapat meningkatkan jumlah kedatangan kapal dan rata-rata ukuran kapal yang sandar pada pelabuhan-pelabuhan di Indonesia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : As'ad Mahdi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper