Bisnis.com, JAKARTA – Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) mempertanyakan terkait dengan data pekerja di BPJS Ketenagakerjaan untuk keperluan penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) 2022.
Menurut Sekretaris Jenderal OPSI Timboel Siregar, data pekerja selalu menjadi pekerjaan rumah bagi BPJS Ketenagakerjaan yang semenjak tahun lalu tidak kunjung rampung, karena sering kali belum ada pembaruan.
Padahal menurut Timboel, hadirnya BSU dapat memberikan multiplier effect bagi BPJS Ketenagakerjaan untuk mengoptimalkan kepesertaan, bagaimana bisa?
“Seharusnya pemerintah mengkaji data sehingga terintegrasi. Ada multiplier effect hanya karena BSU ini. Saya usulkan, oke memang menggunakan basis data BPJS Ketenagakerjaan, tapi dibuka ruang untuk yang lain, jadi ada skema bottom up dan top down,” ujar Timboel, Kamis (7/4/2022).
Berdasarkan ketentuan yang telah diberikan Kementerian Ketenagakerjaan, bahwa penerima BSU merupakan pekerja yang terdaftar dan peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, syarat lainnya adalah pekerja/buruh yang memiliki upah di bawah Rp3,5 juta.
Data dari BPJS Ketenagakerjaan mencatat per 31 Desember 2021 terdapat 20,2 juta tenaga kerja yang terdaftar sebagai Penerima Upah (PU). Sementara itu per Februari 2022 jumlah tenaga kerja aktif berjumlah 30.971.179 tenaga kerja.
Baca Juga
Keresahan Timboel adalah nasib para pekerja yang kepesertaannya tidak aktif karena iurannya menunggak oleh perusahaan.
Harapannya, dengan skema bottom up para pekerja dapat memberikan laporan bahwa dia belum diikutsertakan program BPJS Ketenagakerjaan oleh perusahaannya atau bahkan iurannya belum dibayarkan.
Dari laporan tersebut kemudian memberikan data bagi BPJS Ketenagakerjaan dan Kemenaker berapa banyak pekerja penerima upah yang iurannya menunggak atau bahkan belum terdaftar.
“Dan BPJS juga mendapat data, perusahaan mana yang belum mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta sehingga bisa langsung ditindak. Saya yakin Kemenaker bisa kalau mereka aktif. Dengan data ini pun, dapat digunakan untuk tahun selanjutnya, jadi tidak lama prosesnya hanya karena data,” ungkapnya.
Melalui data yang valid dan terintegrasi, penyaluran BSU pun akan lebih tepat sasaran dan sesuai bagi mereka, para pekerja, yang benar-benar membutuhkan bantuan untuk menopang kesejahteraannya.
Timboel mengatakan, bahwa anggota OPSI yang kebanyakan bekerja di bidang perbankan tentu tidak terlalu bermasalah dengan BSU ini. Sementara, anggota lainnya yang bekerja di daerah dengan UMR di bawah Rp3,5 juta tentu menunggu adanya bantuan ini.
“Saya harap BSU itu benar-benar diberikan pada yang membutuhkan, tepat sasaran, sehingga dikonsumsi, Rp8,8 triliun kan bisa menggerakkan barang dan jasa, sehingga kebutuhan akan meningkat dan membuka lapangan pekerjaan,” harap Timboel.
Adapun pada 2022, kriteria penerima BSU sementara didesain untuk pekerja/buruh yang memiliki upah di bawah Rp3,5 juta. Basis data penerima BSU juga masih menggunakan data pekerja/buruh peserta BPJS Ketenagakerjaan.
"Pemerintah mengalokasikan anggaran BSU 2022 sebesar Rp8,8 triliun dengan alokasi bantuan per penerima sebesar Rp1 juta. Adapun rincian terhadap kriteria dan mekanisme BSU 2022 ini sedang digodok oleh Kementerian Ketenagakerjaan," jelas Menaker Ida Fauziyah dalam keterangan resmi, Rabu (6/4/2022).