Bisnis.com, JAKARTA - Memasuki bulan kedua perang Rusia-Ukraina, dampak berkepanjangannya terhadap industri dan perdagangan global semakin dikhawatirkan. Di industri makanan dan minuman, dampak tidak langsung yakni pasokan dan harga bahan baku yang memburuk.
Hal itu mengingat Ukraina merupakan pemasok gandum kedua terbesar ke Indonesia pada tahun lalu setelah Australia. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), Adhi S Lukman mengatakan perlu penguatan struktur industri dalam negeri, khususnya di hulu.
Pasalnya, industri Mamin secara konsisten tumbuh bahkan di masa pandemi. Jika tak dibarengi dengan kepastian pasokan bahan baku, maka industri akan selalu bergantung pada impor.
"Mengamankan sustainability bahan baku harus menjadi prioritas utama, karena kita masih bergantung impor. Perbaikan ketersediaan bahan baku perlu didukung di hulu. Tidak bisa industri terus berkembang tanpa perbaikan di hulu," kata Adhi dalam webinar online, Kamis (7/4/2022).
Sementara ini, untuk memastikan industri terus berputar, laju impor bahan baku diharapkan tak tertahan regulasi. Adhi juga memperingatkan, Rusia dan Ukraina memasok 30 persen kebutuhan gandum dunia.
Jika pasokan dari kedua negara sepenuhnya surut, maka banyak negara di dunia bakal memburu dan berebut sumber gandum.
"Pengurangan 30 persen tentunya akan menjadi kendala luar biasa yang harus diantisipasi, sehingga harga gandum lokal dan internasional beriringan dan kenaikannya cukup tinggi," ujarnya.
Berdasarkan data Asosiasi Produsen Terigu Indonesia (Aptindo), sumber utama gandum dalam negeri pada 2021 berasal dari Australia yang mencapai 4,48 juta ton atau 40,5 persen. Adapun, impor gandum dari Ukraina mencapai 26,8 persen atau 3,07 juta ton, diikuti Kanada sebesar 17 persen atau 1,88 juta ton.