Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akan menjadikan penyedia layanan transaksi kripto dari luar negeri sebagai pemungut pajak pertambahan nilai atau PPN, mengacu kepada mekanisme yang sama di penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik atau PMSE.
Kepala Sub Direktorat PPN, Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan Bonarsius Sipayung menjelaskan bahwa pemerintah dapat menunjuk penyelenggara PMSE atau exchanger sebagai penarik PPN. Ketentuan itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 68/2022 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.
Hal itu pun sejalan dengan Pasal 2 ayat (2) PMK 48/2020, yakni Menteri Keuangan dapat menunjuk exchanger untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN dari transaksi aset kripto. Penarikan pajak pun memungkinkan terjadi kepada pihak lain yang memfasilitasi transaksi.
"Untuk konteks kripto sama, dimungkinkan pihak luar negeri untuk kita tunjuk. Kami akan jaga equal treatment," ujar Bonarsius pada Selasa (6/4/2022).
Dia menjelaskan bahwa praktik itu lazim terjadi di luar negeri, yakni pemerintah menjadikan exchanger dari luar wilayahnya sebagai pemungut PPN. Hal itu pun kemudian diadopsi oleh Indonesia agar potensi penerimaan pajak lebih maksimal.
Bonar menjelaskan bahwa penunjukkan exchanger sebagai pemungut PPN mengadopsi mekanisme pemungut PPN PMSE. Pemerintah telah menunjuk sejumlah perusahaan, seperti Spotify, Google, Amazon, dan Blizzard untuk menarik PPN dari setiap transaksi yang terjadi di platfrom terkait.
"Dalam konteks kripto, penanggung jawabnya adalah marketplace yang memfasilitasi transaksi," ujarnya.