Bisnis.com, JAKARTA - Para ahli Colliers International mengemukakam sejumlah potensi bisnis real estate yang memanfaatkan Metaverse di masa mendatang.
Managing Director Occupier Service Asia Abhishek Bajpai mengatakan saat ini metaverse sudah menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan.
Metaverse merupakan jaringan ruang virtual di mana orang dapat bersosialisasi, bermain, bekerja, dan bahkan memiliki properti.
Melalui metaverse, hampir semua hal mungkin terjadi seperti memiliki lapangan tenis Grand Slam dalam bentuk piksel, menjadi tetangga virtual selebritas jutawan, atau mengakuisisi saham di pusat perbelanjaan digital yang menjual mode kelas atas.
"Tapi bisakah dunia maya menghasilkan nilai nyata bagi koloni dan investor? Jawabannya adalah ya. Metaverse akan lepas landas. Tidak ada keraguan tentang itu. Arah pasti yang akan diambil masih belum ditentukan, tetapi kemungkinannya sangat besar," ujarnya dikutip dalam laporan Colliers International, Selasa (5/4/2022).
Pada tahun 2021, penjualan tanah virtual di metaverse berada di puncak melebihi US$500 juta dan diperkirakan akan berlipat ganda di tahun 2022.
Pandemi Covid-19 mendorong orang untuk mengubah lebih banyak kehidupan secara online sehingga munculnya pengakuan akan potensi metaverse untuk mengubah segalanya mulai dari pengalaman ritel hingga interaksi kantor semakin meningkat.
Di sektor real estate, properti virtual relatif mudah untuk dibuat, dicoba dan ditingkatkan oleh para pengembang, pemilik lahan dan properti untuk dapat menjelajahi metaverse sebagai upaya melengkapi penawaran di dunia offline.
“Meskipun itu tidak akan menggantikan real estate fisik, seperti halnya e-commerce belum sepenuhnya menggantikan ritel offline, metaverse menambahkan lapisan baru peluang potensial bagi bisnis dan investor," ujarnya.
Bajpai mengingat bahwa pasokan tanah virtual tidak terbatas, aset metaverse akan menghabiskan sebagian kecil dari biaya tanah fisik.
Para pengembang dapat menggunakan metaverse sebagai alat pemasaran untuk menarik generasi baru klien yang mungkin kesulitan membeli properti fisik.
Real Estate Investment Trusts (REITS) ingin memanfaatkan peluang untuk membuat dan menyewakan aset digital di metaverse. Apalagi, Metaverse tidak memiliki hambatan yang signifikan dan merupakan nilai tambah dalam hal inklusi.
"Tetapi ini juga memungkinkan jenis crowding dan spekulasi yang mengarah pada volatilitas," katanya.
Meskipun saat ini didominasi oleh platform seperti Decentraland, lanskap dapat berubah seiring waktu dengan masuknya pemain lain. Seperti pionir internet Netscape dan MySpace yang sepenuhnya digantikan oleh Google dan Facebook.
Meskipun lokasi dan langkah kaki mungkin tidak memainkan peran besar dalam metaverse seperti yang dilakukan di dunia fisik. Keduanya akan tetap menjadi pertimbangan utama dalam apresiasi aset.
"Anda tidak ingin berada di gurun pasir yang setara dengan dunia maya, walaupun lebih murah. Tempat-tempat di mana orang akan berkumpul secara alami akan jauh lebih dicari," ucapnya.
Head of Valuation & Advisory Services Hongkong Hannah Jeong menambahkan adanya risiko teknologi privasi dan keamanan siber yang sudah ada akan semakin buruk di Metaverse.
"Di mana untuk saat ini merupakan ruang yang tidak diatur," ucapnya.
Fakta bahwa cryptocurrency sangat menonjol dalam transaksi metaverse menambahkan lapisan volatilitas.
"Banyak negara memperhatikan masalah ini dengan cermat, dan mencoba mengatur pasar crypto dan mengubah perilaku pasar," tuturnya.
Komunitas cryptocurrency juga menyusun rencana untuk mengurangi jejak karbon mereka dan menjadi lebih ramah Environmental, Social, and Governance (ESG).
Sementara itu, pada tahun mendatang juga akan ada kombinasi kemajuan teknologi di berbagai bidang seperti 5G, virtual reality (VR), kecerdasan buatan dan blockchain, serta kebangkitan generasi asli digital.
"Hal tersebut akan mendorong Metaverse lebih jauh ke arus utama real estate. Ini berarti setiap pemain industri harus merumuskan semacam strategi Metaverse," ungkapnya.