Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Ekonomi di Kuartal II/2022 Diproyeksi Tak Sampai 7 Persen, Ini Penyebabnya!

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet memprediksi pertumbuhan ekonomi di kuartal II/2022 akan lebih rendah dari kuartal II/2021 yang kala itu tumbuh 7 persen.
Pengunjung berada di pusat perbelanjaan MargoCity, Depok, Jawa Barat, Jumat (20/8/2021). /ANTARA FOTO-Asprilla Dwi Adha
Pengunjung berada di pusat perbelanjaan MargoCity, Depok, Jawa Barat, Jumat (20/8/2021). /ANTARA FOTO-Asprilla Dwi Adha

Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi di kuartal II/2022 diperkirakan akan lebih rendah dari kuartal II/2021 yang kala itu tumbuh 7 persen.

Meskipun ada peluang lebih rendah dari kuartal II/2021, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyampaikan peluang untuk tetap tumbuh di level positif dan lebih tinggi daripada kuartal I/2022 cukup besar.

Setidaknya, kata Yusuf, ada dua sisi dinamika yang akan memengaruhi prospek  pertumbuhan ekonomi di kuartal II/2022.

Pertama, semakin terkendalinya kasus Covid-19 mendorong kelompok masyarakat terutama kelas menengah ke atas untuk lebih leluasa dalam melakukan konsumsi.

"Kita tahu sendiri proporsi kelompok ini di dalam total konsumsi di dalam negeri kan cukup besar. Sehingga kalau seandainya kelompok ini lebih leluasa dalam melakukan konsumsi maka saya kira itu kan linear dengan upaya atau prospek pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kuartal kedua nanti," katanya kepada Bisnis, Senin (4/4/2022).

Kedua, jika melihat kebijakan pemerintah dalam melonggarkan aturan perjalanan saat Lebaran yang akan datang, akan mendorong mudik yang secara historis berdampak positif terhadap beragam hal termasuk didalamnya terkait perputaran uang dan juga lapangan usaha tertentu seperti di sektor  transportasi, akomodasi, serta makanan dan minuman.

Kendati demikian, ada satu faktor yang sedikit menekan pertumbuhan ekonomi di kuartal II/2022 yaitu inflasi. Inflasi sendiri, kata Yusuf, memiliki dipicu oleh dua faktor.

Pertama, disebabkan dari dalam negeri karena beragam kebijakan pemerintah seperti kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen, naiknya harga Pertamax dan lainnya, yang dapat menekan daya beli terutama masyarakat menengah kebawah.

Faktor kedua, dipengaruhi oleh harga global. Artinya, faktor global imported inflation yang umumnya dapat dilihat dari harga-harga pangan seperti  CPO, daging dan harga pangan lainnya berpotensi juga akan ikut memengaruhi angka inflasi utama di dalam negeri.

"Kalau angka inflasi misalnya melonjak sangat tinggi sementara daya beli terutama untuk kelompok menengah ke bawah itu tidak terkompensasi dengan misalnya bantuan pemerintah, ini saya kira merupakan hal yang perlu diwaspadai pemerintah dalam mengejar target pertumbuhan ekonomi terutama di kuartal II/2022," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper