Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada Maret 2022 mencapai 0,66 persen secara bulanan (month-on-month/mom) atau 2,64 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan mengatakan peningkatan inflasi tersebut didorong oleh kenaikan inflasi pada seluruh komponen, baik komponen inti, harga bergejolak, maupun harga yang diatur pemerintah.
Dia memperkirakan, inflasi pada komponen harga yang diatur pemerintah akan meningkat sejalan dengan peningkatan mobilitas masyarakat yang pada akhirnya mendorong kenaikan tarif pesawat.
Di samping itu, inflasi pada komponen ini juga akan meningkat didorong oleh kenaikan harga LPG non-subsidi.
“Inflasi pada April 2022 diperkirakan akan berlanjut meningkat, didorong oleh seluruh komponen inflasi,” katanya kepada Bisnis, Jumat (1/4/2022).
Sementara itu, implementasi kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen pada April 2022 kata Josua berpotensi mendorong tambahan inflasi sekitar 0,3 hingga 0,35 persen, meski pengenaan tarif tidak dikenakan pada sebagian besar barang kebutuhan pokok.
Selain itu, pemerintah menaikkan harga Pertamax menjadi Rp12.500 per liter pada awal April sehingga berpotensi mendorong kenaikan inflasi harga diatur pemerintah.
“Inflasi harga bergejolak diperkirakan tetap tinggi sejalan dengan permintaan komoditas pangan yang meningkat pada bulan Ramadan dan menjelang Idulfitri dan inflasi inti juga diperkirakan meningkat sejalan dengan kenaikan inflasi sisi permintaan pada bulan Ramadan dan menjelang Idulfitri,” kata Josua.
Dia memperkirakan inflasi April 2022 akan mencapai kisaran 3,3 persen hingga 3,5 persen yoy. Hingga akhir tahun, dia memperkirakan tingkat inflasi masih akan berada dalam target sasaran Bank Indonesia 2–4 persen, dengan asumsi pemerintah tidak menaikkan harga Pertalite.
Pada kesempatan berbeda, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan kenaikan harga BBM jenis Pertamax tidak akan berdampak besar pada inflasi karena konsumen dari Pertamax adalah kelompok masyarakat menengah ke atas.
“Bagi sekelompok konsumen bisa mendorong shifting ke Pertalite, tapi kelompok masyarakat yang benar-benar mampu tidak akan beralih. Kenaikan harga Pertamax first round hampir tidak ada dampaknya ke inflasi karena Pertamax tidak masuk kantong perhitungan inflasi,” kata Piter.
Namun demikian, imbuhnya, dampak tidak langsung dari kenaikan harga Pertamax akan tetap ada dan akan mempengaruhi dampak harga barang-barang lainnya meski tidak besar.
Demikian pula dengan kenaikan tarif PPN. “Masalahnya walaupun kecil tapi karena banyak faktor yang bersama-sama mendorong inflasi, dampaknya akan jadi besar. Apalagi bersamaan dengan bulan Ramadan. Ekspektasi inflasi akan jauh lebih tinggi,” jelasnya.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo optimistis tingkat inflasi pada tahun ini akan tetap terkendali dalam sasaran 2–4 persen.
Perkiraan tersebut kata dia sejalan dengan masih memadainya sisi penawaran dalam merespons kenaikan sisi permintaan, tetap terkendalinya ekspektasi inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah, serta respons kebijakan yang ditempuh BI dan pemerintah.
Perry mengatakan, inflasi secara fundamental yang diukur dari tingkat inflasi inti masih rendah. Oleh karena itu, BI akan tetap mempertahankan suku bunga acuan pada level yang rendah hingga ada tanda-tanda kenaikan inflasi secara fundamental.
“BI tidak merespons secara langsung kenaikan yang dari volatile food maupun administered price, juga tidak merespons pada tahap pertama,” kata dia.