Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai rencana pemerintah menaikkan tarif PPN 11 persen pada April mendatang secara langsung akan berdampak pada kenaikan inflasi.
Apalagi, kenaikan tersebut bersamaan dengan bulan Ramadhan yang secara historikal selalu mendorong inflasi bulanan meningkat.
"Dengan kebijakan pemerintah untuk memperluas cakupan PPN serta menaikkan PPN menjadi 11 persen, diperkirakan tambahan inflasi sebesar 0,3 ppt hingga 0,35 ppt," kata Josua kepada Bisnis, Jumat (23/3/2022).
Menurut Josua, kenaikan inflasi akan menekan daya beli masyarakat dan dalam derajat tertentu para pelaku usaha, akibat melambatnya daya beli masyarakat.
Bahkan, kemungkinan para pelaku usaha ada yang memilih untuk menurunkan marginnya dalam rangka menjaga harga di tingkat konsumen.
Dengan kondisi tersebut, pemerintah seharusnya menjaga tingkat inflasi dengan menahan penyesuaian komoditas barang yang diatur pemerintah, seperti listrik ataupun Pertalite/Pertamax.
Baca Juga
Hal ini, kata Josua, bertujuan agar inflasi tak meningkat secara signifikan dalam satu periode tertentu, sejalan dengan peningkatan permintaan barang dan jasa pada bulan Ramadhan di tengah kenaikan tarif PPN.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, kenaikan harga komoditas pangan masih berlangsung seperti masih tingginya harga minyak goreng, meskipun beberapa komoditas seperti beras diperkirakan akan cenderung melandai sejalan dengan potensi puncak panen raya padi.
Oleh sebab itu, Josua memperkirakan inflasi pada April 2022 akan berkisar 0,7-1,0 persen (month-to-month/mtm).
Kendati demikian, menurutnya tekanan inflasi akan cenderung lebih melandai apabila pemerintah dan Bank Indonesia memperkuat koordinasi, khususnya dalam menjaga stabilitas harga pangan.
"Dengan stabilitas harga pangan dan inflasi sisi supply terutama energi maka diharapkan dampaknya akan tetap menjaga daya beli masyarakat sedemikian sehingga momentum pemulihan ekonomi juga diperkirakan akan terus berlanjut," ungkapnya.