Bisnis.com, SUMBAWA - Kementerian Kelautan dan Perikanan membidik peningkatan nilai ekspor udang budi daya hingga dua kali lipat mencapai US$4 miliar pada 2024 dari capaian tahun lalu US$2,23 miliar.
Salah satu upaya yang ditempuh yakni pengembangan kawasan tambak udang terintegrasi atau shrimp estate di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Timur.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan target nilai ekspor tersebut kurang lebih setara dengan volume produksi 2 juta ton udang per tahun pada 2024. Tahun ini, volume produksi udang diproyeksikan mencapai 1,2 juta ton. Sedangkan nilai ekspornya ditarget meningkat 30 persen.
"Shrimp estate ini salah satu yang akan dikembangkan dalam bentuk tambak modern yang berbasis kawasan, agar kita mampu meningkatkan produktivitas udang nasional yang ditargetkan di 2024 sebesar 2 juta ton," kata Sakti di lokasi percontohan shrimp estate, Sumbawa, NTB, Jumat (18/3/2022).
Selain di Sumbawa, modernisasi tambak udang rakyat juga paralel dilakukan di dua daerah lainnya, yakni Aceh dan Sulawesi Tenggara. Produktivitas tambak dalam pengembangan berbasis kawasan ini dibidik mencapai 40 ton per hektare, jauh di atas rata-rata produksi tambak tradisional yang hanya 0,6 ton per hektare.
Pada empat proyek yang digadang-gadang sebagai percontohan modernisasi tambang rakyat tersebut, pemerintah merogoh kocek total US$500 juta atau sekitar Rp7,5 triliun. Rinciannya, masing-masing US$150 juta di tiga lokasi tambak udang terintegrasi, dan sisanya US$50 juta untuk revitalisasi tambak di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara dan Kota Baru, Sulawesi Tengah.
Adapun, modeling tambak udang terintegrasi di Sumbawa mencakup total luas lahan 528 hektare dengan luas kolam 221 hektare. Sisa lahan di luar kolam tambak akan dimanfaatkan untuk fasilitas penopang seperti tandon, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), kantor pengelola, dan lain-lain.
Proses konstruksi kawasan tambak ini akan dimulai pada tengah tahun ini dan diperkirakan dapat selesai dalam 1,5 hingga dua tahun ke depan. Mengenai penggunaan lahan, seluruhnya merupakan lahan milik nelayan dan dalam pengelolaannya di kemudian hari akan menggunakan sistem bagi hasil dengan pemerintah.
"Pada saat yang sama akan paralel dibangun seluruh faktor pendukung, seperti [industri] pakan, juga dibangun di sini. Hatchery juga di sini, karena kalau bibitnya bisa diambil dari mana-mana, bisa berdampak buruk karena kita tidak tahu apa yang terjadi dengan bibit-bibit itu," jelasnya.
Pada tahap lanjutan, Kementerian Kelautan dan Perikanan akan memperluas kawasan tambak terintegrasi menjadi lebih dari 1.000 hektare sehingga luas kolam dapat mencapai 500 hektare.