Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Permata (BNLI) Proyeksi Neraca Perdagangan Februari 2022 Surplus US$3,1 Miliar

Tingginya harga komoditas dan menggeliatnya ekonomi mendorong pertumbuhan neraca perdagangan pada Februari 2022 yang diperkirakan mencapai US$3,1 miliar.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/2/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/2/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Permata Tbk. (BNLI) memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Februari 2022 mencapai US$3,1 miliar atau mengalami pertumbuhan. Tingginya harga komoditas dan menggeliatnya ekonomi mendorong pertumbuhan neraca perdagangan itu.

Kepala ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan bahwa pada Februari 2022 nilai ekspor berpotensi melampaui impor sehingga surplus neraca perdagangan tetap akan terjadi. Laju pertumbuhan ekspor yang baik membuat surplus itu tumbuh dari bulan lalu.

"Neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2022 diperkirakan tercatat surplus US$3,1 miliar, meningkat dari surplus di bulan Januari 2022 sebesar US$0,93 miliar," ujar Josua kepada Bisnis, Jumat (11/3/2022).

Menurutnya, laju kenaikan ekspor sangat dipengaruhi tingginya harga komoditas andalan Indonesia di pasar global, seperti crude palm oil (CPO) dan batu bara. Kedua komoditas itu mencatatkan kenaikan di atas 10 persen, terutama setelah adanya konflik Rusia dan Ukraina.

Selain harga, terdapat pula kenaikan volume ekspor yang membuat kinerjanya cukup signifikan terhadap neraca perdagangan. Menurut Josua, kenaikan itu efek dari larangan ekspor batu bara yang sempat berlaku pada Januari 2022.

"Pertumbuhan ekspor diperkirakan sebesar 40,04 persen [year-on-year/YoY]," katanya.

BNLI meyakini bahwa pertumbuhan impor masih akan positif pada Februari 2022. Kenaikan impor migas akibat tingginya harga minyak dunia hingga 11,47 persen pada bulan lalu mendorong kinerja impor secara keseluruhan.

Meskipun begitu, Josua menilai bahwa pertumbuhan impor itu cenderung terbatasi oleh penurunan laju aktivitas manufaktur Indonesia. Hal tersebut tercermin dari purchasing management's index (PMI) yang turun menjadi 51,2 dari sebelumnya 53,7.

"Pertumbuhan impor diperkirakan sebesar 37,32 persen [yoy]," ujar Josua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper