Bisnis.com, JAKARTA – Lonjakan harga batu bara diperkirakan terus berlanjut hingga menyentuh, bahkan berpeluang melewati US$500 per ton tahun ini. Hal tersebut bisa membawa berkah bagi sektor pelayaran.
Direktur Utama PT Samudera Indonesia Tbk. (SMDR) Bani M. Mulia mengatakan kenaikan harga batu bara dapat berdampak positif kepada sektor pelayaran. Dia mengatakan harga yang tinggi saat ini bisa mendorong produsen batu bara menambah produksi dan pengiriman penjualan.
Adapun, harga batu bara dunia saat ini yakni sekitar US$367,9 per ton atau naik 143 persen point-to-point (ptp) dari US$151,45 per ton pada awal 2022.
"Harga yang sangat bagus ini akan membuat produsen batu bara menambah produksi atau pengiriman penjualannya. Dengan itu, maka akan menggunakan jasa pelayaran lebih banyak," tuturnya kepada Bisnis, Jumat (11/3/2022).
Harga yang naik, lanjut Bani, berpotensi membuat biaya freight ikut naik. Freight cost atau ongkos angkut merupakan pengeluaran untuk memindahkan barang dari penjual ke pembeli. Potensi kenaikan freight juga bisa berimbas kepada kinerja positif pelayaran pada 2022.
Emiten pelayaran logistik dan komoditas batu bara tersebut memperkirakan pendapatan bisa mencapai US$700 juta atau sekitar Rp10 triliun pada tahun ini. Sebelumnya, Bani menyebut pendapatan pada 2020 berkisar US$500 juta atau naik menjadi US$600 juta pada 2021.
Baca Juga
"[Kenaikan freight akibat harga batu bara] akan berdampak positif kepada kinerja pelayaran di 2022," jelasnya.
Senada, Ketua Umum Indonesia National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan kenaikan harga batu bara juga merupakan prospek yang bagus bagi pelayaran angkutan batu bara.
Kendati demikian, dia menilai pengaruh kenaikan harga batu bara cenderung terbatas akibat kewajiban ekspor dengan armada nasional dibatasi sampai dengan ukuran 10.000 dwt.
Ketentuan tersebut sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.65/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor.40/2020 tentang Ketentuan Penggunaan Angkatan Laut Nasional dan Asuransi Nasional Untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu.
"Jadi pengaruhnya bagi pelayaran nasional terbatas untuk armada tug & barge dengan tujuan negara-negara Asean saja, dan transhipment untuk mother vessel. Untuk angkutan dalam negeri saya rasa tidak ada pengaruhnya," terangnya.
Di sisi lain, Bani menilai tidak berarti kapal berukuran di atas 10.000 dwt tidak berpeluang mengangkut komoditas ekspor tersebut. Dia menilai justru kapal nasional perlu bisa berkompetisi dengan kapal milik asing.
"Ya itu kan kebijakan yang membantu kapal nasional memang saat ini bantuan hanya sampai 10,000 dwt. Tapi bukan berarti size kapal di atas 10,000 dwt tidak berpeluang mengangkut batu bara ekspor. Tentu harus dapat bersaing dengan kapal-kapal milik asing juga," tutupnya.