Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) melihat cerahnya tingkat kunjungan atau okupansi mal di tahun ini khususnya pada Ramadan dan Idulfitri, namun ada kecemasan yang mengelilingi industri usaha ritel.
Hal ini didukung dengan sudah semakin tingginya tingkat vaksinasi sehingga pelonggaran mobilitas dapat diterapkan yang berdampak pada kapasitas mal menjadi lebih banyak.
Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja berharap dengan terkendalinya penyebaran Covid-19 akan semakin meningkatkan okupansi pusat perbelanjaan.
“Diharapkan pelonggaran dapat mendorong peningkatan jumlah kunjungan ke Pusat Perbelanjaan yang sudah sejak awal Februari 2022 mengalami penurunan,” kata Alphonzus, Kamis (10/3/2022).
Dia menjelaskan bahwa penurunan tersebut menyebabkan okupansi tidak lebih dari 40 persen yang mana sebelumnya sudah mencapai sekitar 60 persen.
Adanya pelonggaran mobilitas dan penurunan level PPKM di Jakarta, APPBI optimis bahwa kinerja tahun 2022 akan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Rata-rata tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan pada 2020 hanya 50 persen, pada 2021 naik menjadi 60 persen dibandingkan dengan pada saat sebelum pandemi.
Alphonzus menyampaikan perkiraan tingkat kunjungan pada saat menjelang dan pada saat Idul Fitri tahun ini akan meningkat sekitar 15-30 persen dibandingkan dengan 2021.
Dia juga berharap dengan peningkatan okupansi pada saat Ramadan dan Idulfitri tahun ini dapat menyumbang peningkatan rata-rata tingkat kunjungan.
“Diharapkan juga dapat menyumbang peningkatan rata-rata tingkat kunjungan ke Pusat Perbelanjaan pada tahun 2022 menjadi sekitar 70-80 persen dibandingkan dengan pada saat sebelum pandemi,” pungkasnya.
Jika melakukan perbandingan dengan pusat perbelanjaan di luar pulau Jawa dan Bali, okupansi lebih tinggi di pulau lain karena PPKM tidak seketat dan sesering di Jawa-Bali.
Hal yang masih menjadi kekhawatiran APPBI yaitu ketidakpastian global, salah satunya mengakibatkan kenaikan biaya energi. Hal tersebut menyebabkan kenaikan biaya produksi barang yang mana pada akhirnya mengakibatkan kenaikan harga produk atau barang.
“Kondisi tersebut di atas berpotensi untuk bertambah berat dengan adanya kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen yang akan diberlakukan efektif mulai 1 April 2022 yang akan datang,” lanjutnya.
Menurutnya, hal ini menjadi ancaman dan tantangan besar ditambah dengan kenaikan tarif PPN yang dilakukan di tengah ketidakpastian global saat ini. Nantinya, akan menghambat pemulihan ekonomi nasional yang sebenarnya telah mulai membaik.