Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha sektor batu bara tengah mengantisipasi potensi diberlakukannya pembatasan terhadap ekspor pada tahun ini.
Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Pandu Sjahrir mengingatkan potensi disrupsi kelancaran pasokan domestik di tengah disparitas harga ekspor internasional. Hal itu seiring lonjakan harga komoditas tersebut secara global.
Potensi pembatasan ekspor itupun bisa dipicu dari pasokan yang berkurang. Gejolak ini akan sangat terasa pada April atau Agustus - ketika produksi tambang biasanya lebih rendah - untuk memastikan pembangkit listrik lokal memiliki pasokan yang cukup.
“Ada potensi gangguan [jika pemerintah terpaksa membatasi ekspor] seperti yang terjadi pada Januari lalu,” kata Sjahrir dilansir dari Bloomberg, Selasa (08/03/2022).
Indonesia menghentikan ekspor pada Januari setelah sekitar 20 pembangkit listrik memperingatkan bahwa mereka menghadapi penutupan karena berkurangnya stok dan tekanan pada pasokan bahan bakar. Harga batu bara melonjak sebagai tanggapan, sebelum pengiriman dilanjutkan pada Februari.
Harga batu bara utama telah mencapai rekor baru bulan ini karena utilitas di Eropa, bersama dengan konsumen utama lainnya, mencari alternatif untuk kargo dari Rusia setelah invasi ke Ukraina. Harga batu bara Newcastle acuan Asia melonjak 35 persen ke rekor baru US$ 353,75 per ton pada hari Jumat, menurut indeks mingguan yang disusun oleh IHS Markit dan Argus.
Baca Juga
Berdasarkan tonase, Indonesia adalah pengekspor batu bara terbesar di dunia, diikuti oleh Australia, dengan Rusia di urutan ketiga, menurut International Energy Agency.
"Pembangkit listrik dapat menghadapi kekurangan pasokan ketika produksi batubara dibatasi oleh faktor-faktor termasuk hujan lebat," kata Sjahrir. April biasanya merupakan bulan rendah untuk produksi, dan tahun ini bertepatan dengan Ramadhan, sehingga berpotensi menghambat produksi lebih lanjut.
Indonesia mewajibkan produsen batu bara untuk memasok setidaknya 25 persen dari output untuk memenuhi kebutuhan lokal dan menetapkan harga tertinggi untuk batubara yang dijual ke pembangkit listrik lokal sebesar US$ 70 per ton, sebuah kebijakan yang dikenal sebagai aturan kewajiban pasar domestik.
Menurut Sjahrir, semakin tinggi harga batubara internasional, semakin besar kemungkinan penambang lokal menjual sisa produksinya ke luar negeri, yang akan meningkatkan kemungkinan gangguan ekspor lainnya.