Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Akademisi UGM: Kenaikan Harga Minyak Dunia Bebani APBN

APBN terbebani karena adanya kompensasi ketika PT Pertamina (Persero) menjual BBM di bawah harga keekonomian.
Petugas SPBU di Kota Palembang mengisi BBM kendaraan saat libur Natal 2020./ Istimewa
Petugas SPBU di Kota Palembang mengisi BBM kendaraan saat libur Natal 2020./ Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Kenaikan harga minyak dunia dinilai berdampak terhadap beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN karena adanya subsidi bahan bakar minyak atau BBM. Kenaikan harga BBM dinilai bisa menjadi solusi.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menjelaskan bahwa sebagai net importer, Indonesia menghadapi tekanan besar dari kenaikan harga minyak dunia yang mencapai US$105 per barrel. Menurutnya, keuangan negara menjadi yang paling terdampak.

Menurutnya, APBN terbebani karena adanya kompensasi ketika PT Pertamina (Persero) menjual BBM di bawah harga keekonomian. Kenaikan harga minyak global membuat selisih dengan harga jual eceran yang perlu ditanggung APBN melalui subsidi kian membengkak.

"Kenaikan harga minyak di atas US$100 per barrel tentunya sangat memberatkan APBN. Semakin tinggi kenaikan harga minyak, beban APBN makin berat," ujar Fahmy pada Jumat (4/3/2022).

Menurutnya, penentuan harga BBM menjadi sangat dilematis bagi pemerintah di tengah kenaikan harga secara global. Tanpa adanya kenaikan harga BBM APBN kian terbebani, tetapi jika naik berpotensi menyebabkan inflasi dan menekan daya beli masyarakat.

Fahmy menyarankan agar pemerintah menaikkan harga BBM swcara selektif ketika harga minyak dunia berada di atas US$100 per barrel. Salah satunya dengan menaikkan harga Pertamax dan menghapus Premium, tanpa menaikkan harga Pertalite.

"Pertamina menaikkan harga BBM Non-Subsidi, terdiri dari Pertamax Turbo, Pertamax Dex, dan Dexlite. Kenaikan harga BBM selektif merupakan keputusan yang tepat dan cermat untuk mengurangi beban APBN, tanpa memicu inflasi dan memperburuk daya beli rakyat," ujar Fahmy.

Menurutnya, langkah menaikkan harga Pertamax ke atas tidak akan berpengaruh terhadap inflasi dan tidak menekan daya beli masyarakat. Alasannya, proporsi konsumen Pertamax kecil sehingga dampaknya tidak akan melebar.

Selain itu, menurut Fahmy, Pertamax dan golongan di atasnya tidak digunakan untuk tranportasi umum dan logistik. Langkah itu pun dapat melindungi masyarakat menengah ke bawah tanpa menambah beban APBN.

"[Kenaikan harga Pertamax] tidak secara langsung menaikkan biaya distribusi yang memicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang memicu inflasi dan memperpuruk daya beli rakyat," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper