Bisnis.com, JAKARTA – Konflik Rusia-Ukraina ikut mengerek harga gas alam dunia. Kontrak gas alam berjangka naik pada kisaran US$4.926 pada Kamis (24/2/2022), sebelum kembali ke angka US$4.750 pada Jumat (25/2/2022) pagi.
Harga tersebut merupakan yang tertinggi dalam tiga minggu terakhir terpantik potensi krisis energi dan inflasi di Eropa, yang bergantung pada pasokan gas alam Rusia.
Pada industri pengguna gas di dalam negeri, situasi ini sedikit banyak akan mempengaruhi proses produksi, meski sebagian sektor telah dijamin pasokan dan harganya dengan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT).
Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono mengatakan ada dampak kenaikan harga gas dunia ke pasokan bahan baku industri petrokimia. Tetapi, dampaknya masih bisa dikompensasi dari sumber bahan baku lain seperti minyak mentah dan kondensat.
"Ada [dampak kenaikan harga gas ke bahan baku], tetapi kami masih terbantu oleh feedstock [bahan baku] yang lain, untuk feedstock gas kami tidak terlalu banyak sekarang," kata Fajar kepada Bisnis, baru-baru ini.
Adapun, gas alam sebagai bahan bakar industri telah dijamin ketersediaan dan harganya melalui kebijakan HGBT sebesar US$6 per MMBTU, meski baru terbatas pada tujuh sektor industri saja. Industri petrokimia masuk dalam tujuh sektor penerima HGBT.
Baca Juga
Fajar mengatakan sebaran HGBT di industri petrokimia yang masih bermasalah yakni di Jawa Timur karena terkait kendala pasokan dari hulu.
"Di Jawa Timur agak terkendala, ada beberapa sumur [gas] yang menjalani perawatan rutin, dan sempat beberapa kali mengalami titik kritis," katanya.
Kendala pasokan gas dengan harga tertentu juga di Jawa Timur juga dialami industri lain, seperti kaca dan keramik.
Sementara di kawasan lain seperti Jawa Barat dan Banten, sebaran HGBT relatif merata. Bahkan karena kebijakan tersebut, sejumlah industri berniat menambah investasi sehingga akan mengajukan kuota gas tambahan.
"Ada beberapa yang tambah kapasitas dan investasi, kami sedang mengajukan untuk tambahan kuota sampai 2025," lanjutnya.
Menurut catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serapan HGBT ke tujuh industri penerima pada 2021 sebesar 81,08 persen dari total alokasi 1.241 BBTUD. Serapan ke industri petrokimia termasuk yang paling tinggi yakni 81,82 persen dari total alokasi 94,46 BBTUD. Alokasi terbesar diberikan untuk industri pupuk sebesar 842,26 BBTUD dengan realisasi serapan 86,69 persen.