Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Begini Upaya Kemendag Hadapi Fenomena Commodity Supercycle

Kemendag berupaya menghadapi fenomena commodity supercycle melalui sejumlah tindakan.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/2/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/2/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah mengantisipasi fenomena commodity supercycle dengan mengurangi ketergantungan impor dan peningkatan kinerja perdagangan luar negeri Indonesia.

Menurut Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kemendag, Kasan mengatakan selama 2021 lebih didominasi oleh faktor kenaikan harga komoditas internasional. Meskipun, kinerja non komoditas mulai menunjukan perbaikan.

“Tentu kita tidak ingin terulang kembali saat 2011, fenomena supercycle berhenti, tapi kita tidak bergerak di sektor manufaktur atau hilir, jadi kejadian tersebut dapat dijadikan pelajaran berharga,” jelas Kasan dalam Gambir Trade Talk, Rabu (23/2/2022).

Melihat dari perkembangan ekspor di 2021, hilirisasi sektor manufaktur terus berjalan bahkan mendominasi.

Sementara itu, menurut Ekonom Bhima Yudhistira Adhinegara, untuk menghadapi fenomena ini harus melihat potensi pasar alternatif di negara yang pemulihannya cepat dan tidak terpengaruh konflik.

“Misalnya menghindari terlebih dahulu negara yang berada di Eropa Timur, lebih mencari negara di Amerika Latin atau Asia Selatan,” ujarnya, Rabu (23/2/2022).

Bhima melihat adanya potensi dari komoditas perhutanan, bahan baku elektronik, otomotif, makanan minuman, serta perikanan. Menaikkan nilai tambah dari komoditas tersebut akan menghasilkan nilai ekspor yang besar pula.

Berdasarkan data dari Kemendag, empat dari lima teratas komoditas ekspor ditempati oleh produk industri seperti minyak sawit mentah dan turunannya, besi baja, elektronik, dan mobil. Hal ini juga dapat menguatkan Indonesia untuk tidak jatuh seperti pada 2011.

Lebih lanjut, melihat banyaknya negara yang menerapkan proteksionisme, sebaiknya pemerintah membantu pengusaha atau eksportir lokal dalam usahanya.

“Pengusaha atau eksportir lokal perlu dibantu untuk mempermudah ekspornya, misal membantu sertifikasi bagi UMKM yang orientasinya ekspor, itu perlu didorong,” jelasnya.

Namun, kembali lagi untuk melihat potensi dari produknya secara jangka panjang. Seperti mobil listrik yang sedang potensial, Indonesia belum mampu masuk ke dalam rantai pasokan tersebut.

“Indonesia harus masuk ke dalam global value chain nya. Sejauh ini mobil listrik belum masuk rantai pasok global, masih di dominasi Tiongkok, negara Eropa dan Vietnam,” tutup Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper