Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pengusaha mengharapkan pemerintah serius dalam pengembangan ekosistem energi hijau mencapai netral karbon pada 2060, termasuk menelurkan regulasi yang kondusif.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai selama ini regulasi yang diterbitkan pemerintah untuk mendukung capaian netral karbon alias net zero emission masih tergolong minim.
Padahal seharusnya, dukungan aturan dari pemerintah paling krusial dikeluarkan pada tahap awal. Terlebih sektor energi merupakan salah satu sektor yang higly regulated.
Ketua Komite Tetap Energi Baru dan Terbarukan Bidang ESDM Kadin Indonesia Muhammad Yusrizki menganggap bahwa peran pemerintah sangat krusial dalam menciptakan regulasi yang kondusif.
“Kalau kita biarkan hanya untuk supply demand mencari ekuilibrium [keseimbangan] rasanya kita perlu tahap-tahap awal ini seharusnya banyak regulasi yang turun untuk membangun industri suplai demand yang fair yang punya fondasi untuk tumbuh,” katanya dalam Green Economiy Outlook 2022, Rabu (23/2/2022).
Kadin melihat suplai dan demand untuk sektor energi terbarukan belum terlalu masif. Meskipun saat ini telah ada sejumlah pemain dalam industri pengembangan EBT. Dia menilai bahwa regulasi yang hadir belum cukup mengundang minat pengusaha berinvestasi.
Baca Juga
“Kalau akhirnya kemudian ribut, orang dihambat oleh otoritas untuk masuk, akhirnya orang nanya ini sebenarnya regulasi kita itu net zero friendly nggak sih? Sementara mereka sudah net zero semua. Bila tidak mereka [pengusaha sektor EBT] akan keluar dari Indonesia.”
Sementara itu dari sisi keuangan, Yusriski menilai perbankan perlu terlibat lebih masif untuk menopang pelaku usaha menengah. Pasalnya, pengembangan energi ini perlu mendapat sokongan penuh dari industri jasa keuangan.
Dia mendorong eksekutif untuk mengumpulkan seluruh stakeholder di sektor energi terbarukan dalam waktu dekat. Pasalnya masih terdapat sejumlah hambatan yang perlu diselesaikan bersama. Hal ini akan berdampak pada akselerasi pengembangan EBT di Tanah Air.
Pun demikian, Kadin menilai target netral karbon menjadi peluang besar untuk memperluas perkembangan dan pertumbuhan industri baru. Adapun kritik yang dilayangkan oleh sejumlah kalangan cukup perlu untuk memastikan target NZE tercapai sesuai rencana.
Pemerintah telah menerbitkan Permen ESDM No 26/2021 tentang PLTS Atap. Namun, sejumlah kalangan masih menanti regulasi yang lebih rinci termasuk UU Energi Baru Terbarukan hingga Perpres Energi Terbarukan. Dua regulasi ini belum juga keluar meski telah dibahas sejak dua tahun lalu.
Dalam perkembangannya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah membidik bauran EBT mencapai 23 persen pada 2025. Target ini turut didukung oleh rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PLN 2021 - 2030.
Dalam pedoman tersebut, bauran energi bersih mendominasi rencana pengembangan pembangkit listrik hingga 51,6 persen atau mencapai 20,9 GW. Untuk mencapai target ini, pemerintah ikut mendorong swasta terlibat aktif dalam pengembangan pembangkit EBT.
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Edi Wibowo menerangkan bahwa saat ini bauran energi bersih baru menyentuh 11,7 persen alias setengah dari target yang ditetapkan pada 2025.
Percepatan pengembangan ini, kata Edi, mengalami sejumlah tantangan seiring dengan kebiasaan masyarakat menggunakan energi fosil yang notabene lebih murah. Terlebih dalam prakteknya, target ini butuh investasi yang tidak sedikit.
“Di samping itu perlu insentif yang masif terkait hal ini [pengembangan energi bersih],” tuturnya.
Misalnya pada PLTS Atap, pemerintah telah menebar insentif untuk pembelian modul surya bekerja sama dengan pengembang. Kemudian pengembangan PLTBio yang mendapatkan insentif dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Pada 2021, penambahan kapasitas energi terbarukan di Indonesia mencapai 654,76 MW atau 77 persen dari target 854,78 MW. Hingga kini, total PLT EBT di Indonesia baru menyentuh 11.166 MW. Kapasitas terpasang ini hanya sekitar 0,3 persen dari potensi yang ada mencapai 3.686 GW.
Tahun ini, pemerintah menargetkan pengembangan energi terbarukan hingga mencapai 11.803 MW. Dalam strateginya, pemerintah membidik sejumlah langkah untuk mempercepat bauran energi bersih. Enam strategi yang ditetapkan adalah penyelesaian RPerpres harga EBT, penerapan Permen ESDM terkait PLTS Atap, mandatori bahan bakar nabati, pemberian insentif fiskal dan non fiskal untuk EBT.
“Juga mendorong demand ke arah energi listrik, misalnya kendaraan listrik dan kompor listrik,” ujarnya.