Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Semen Turun 28 Persen, Batu Bara Masih Kemahalan?

Capain ekspor semen pada Januari 2022 turun 28 persen secara year-on-year menjadi 658.000 ton.
Proses muat produk Semen Indonesia untuk pengiriman di Pelabuhan Teluk Bayur./Dwi Nicken Tari
Proses muat produk Semen Indonesia untuk pengiriman di Pelabuhan Teluk Bayur./Dwi Nicken Tari

Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja ekspor semen pada Januari 2022 menunjukkan penurunan 28 persen secara year-on-year menjadi 658.000 ton.

Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Widodo Santoso mengatakan harga batu bara yang tinggi masih menjadi kendala bagi pabrikan untuk menaikkan volume produksi berorientasi ekspor. Meski industri semen dan pupuk sudah mendapatkan harga khusus batu bara sebesar US$90 per metrik ton, belum semua pabrikan menikmati kebijakan tersebut

"Realisasi ekspor cukup memprihatinkan dengan adanya harga batu bara yang sangat tinggi yakni naik lebih dari dua kali lipat, sehingga pada Januari ekspor turun drastis," kata Widodo kepada Bisnis, Senin (21/2/2022).

Dengan konsumsi dalam negeri sebesar 5,28 juta ton pada tahun lalu, total penjualan semen menjadi 5,94 juta ton atau meningkat 2 persen secara year-on-year.

Pada akhir bulan lalu, Kementerian Perindustrian mencatat, beberapa pabrikan yang telah mendapat harga khusus batu bara antara lain Semen Padang, Semen Tonasa, Solusi Bangun Indonesia, Semen Gresik, dan Semen Bosowa. Sebaliknya, yang belum mendapatkan harga sesuai skema tersebut antara lain pabrik Indocement Tunggal Prakasa, Cemindo Gemilang, Sinar Tambang Artha Lestari, Semen Imasco Asiatic, Semen Jawa, dan Juishin.

Kebijakan itu sebelumnya tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No.206/2021 tentang harga jual batu bara untuk pemenuhan bahan baku industri semen dan pupuk, berlaku sejak 1 November 2021 hingga 31 Maret 2022.

Widodo berharap pada bulan ini ekspor dapat kembali terkerek dengan pemerataan harga khusus tersebut. Sementara itu, kinerja industri semen pada 2022 masih dibayang-bayangi hambatan seperti oversuplai yang berkelanjutan meski sudah ada komitmen dari pemerintah untuk moratorium pabrik baru.

ASI mencatat utilitas kapasitas produksi sepanjang 2021 masih berkisar 67 persen dengan kelebihan kapasitas sekitar 38 juta ton. Tantangan lain yakni rencana pemerintah menerapkan zero over dimension over loading (ODOL) pada awal 2023 yang akan mengerek biaya logistik.

"Masalah ODOL akan meningkatkan biaya transportasi atau logistik baik untuk angkutan maupun bahan baku," ujar Widodo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper