Bisnis.com, JAKARTA – Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai Kementerian Ketenagakerjaan salah strategi dalam memperkenalkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022.
Ia menambahkan Kemenaker kurang sosialisasi dan edukasi. Menurutnya, Kemenaker seharusnya meluncurkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) terlebih dahulu, baru kemudian Permenaker 2/2022. Ia turut mempertanyakan urgensi rencana peluncuran JKP pada 22 Februari 2022.
“Saya gak tahu urgensi tanggal 22 bulan 2 tahun 2022, apa mau pakai tanggal cantik?,” ujar Timboel pada Bisnis, (17/2/2022).
Berdasarkan penjelasan Timboel, dana untuk JKP ini telah pemerintah kumpulkan sejak Februari 2021 dan akan terus dihimpun yang bersumber dari modal awal dan iuran pemerintah.
Berdasarkan data dari BPJS Ketenagakerjaan, iuran program JKP berasal dari subsidi pemerintah sebesar 0,22 persen dan rekomposisi iuran program JKK 0,14 persen dan program JKM 0.10 persen.
“Dana yang dikumpulkan sudah ada, dana yang mau dibayarkan ada, orang yang ter-PHK akan dibayar,” jelas Timboel.
Ia melanjutkan bahwa sesuai persyaratan untuk program ini, minimal pemerintah harus melakukan iuran selama 12 bulan. Hal tersebut sudah dilakukan sejak Februari 2021.
Timboel melihat, seharusnya pada Januari JKP sudah dapat dirilis karena sudah bulan ke-12. Ia pun sudah mengatakan bahwa lebih baik memperkenalkan JKP terlebih dahulu untuk meminimalisir kondisi seperti sekarang.
“Supaya masyarakat tahu program jaminan sosial baru, setelah itu baru launching Permenaker 2/2022. Sehingga alasan ada bantalan baru itu sudah tersosialisasi sebelumnya. ‘oh iya ini ada JKP,’ begitu,” jelasnya.
Pemerintah perlu meyakinkan masyarakat adanya bantalan baru tersebut. Alhasil, karena sudah terlanjur memperkenalkan JHT terlebih dahulu, masyarakat tidak yakin karena belum ada yang merasakan JKP.
Strategi itu lah yang seharusnya pemerintah lakukan. Melalui testimoni, masyarakat akan lebih percaya dengan program ini.
“Saya yakin antara Januari-Februari pasti ada orang yang di PHK. Panggil untuk testimoni. Kalau ada orang yang ngomong kan ada faktanya,” ujarnya.
Sementara itu, ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah berharap masyarakat Indonesia dapat menabung untuk masa depan melalyi program JHT tersebut.
“Jadi, tabungan kita di BPJS Ketenagakerjaan itu memang memaksa kita untuk menabung, jangan dihitung sama duit sekarang, itu duit masa depan,” katanya.
Namun, hal berbeda disampaikan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal yang tidak setuju dengan adanya JKP. Ia melihat sumber dana ini tidak masuk akal karena menggunakan rekomposisi iuran jaminan sosial.