Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memprediksi harga komoditas unggulan dan komoditas energi masih akan menjadi berkah bagi perdagangan internasional Indonesia pada 2022, meskipun ada risiko inflasi yang mengikuti.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menjelaskan bahwa tingginya harga komoditas masih akan dirasakan pada komoditas energi seperti batu bara, gas, dan minyak mentah, serta komoditas unggulan Indonesia yakni nikel, CPO, dan karet.
Sementara itu tingkat inflasi dalam negeri masih terkendali sejalan dengan perkembangan harga komoditas tersebut. Hal ini terlihat dari banyaknya negara lain yang mengalami kenaikan inflasi lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia.
Untuk itu, dia menyampaikan bahwa strategi pemerintah dalam menghadapi kenaikan harga komoditas dan imported inflation akan sangat menentukan perekonomian 2022.
"Ada risiko terhadap inflasi kita, akan tetapi sampai saat ini kita masih cukup bisa mengendalikan dampaknya terhadap inflasi dalam negeri. Terbukti, inflasi kita masih tergolong sangat rendah dibandingkan dengan banyak negara," kata Febrio pada taklimat media virtual, Kamis (10/2/2022).
Pada Januari 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi sebesar 2,18 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), tertinggi sejak Mei 2020. Secara bulanan, inflasi IHK tercatat sebesar 0,56 persen (month-to-month/mtm).
Febrio lalu melanjutkan bahwa perkembangan harga komoditas yang relatif tinggi masih akan memberikan posisi menguntungkan bagi Indonesia, meskipun posisinya tidak lagi setinggi periode 2021.
Hal tersebut sejalan juga dengan proyeksi International Monetary Fund (IMF) terkait dengan pertumbuhan volume perdagangan dunia. Pada 2022, volume perdagangan dunaia diperkirakan masih akan tumbuh 6 persen, kendati lebih rendah dari posisi 2021 yakni 9,3 persen.
"Itu merupakan peluang bagi perekonomian kita untuk dimanfaatkan, dari sisi ekspor ini, untuk menjaga current account balance kita," tuturnya.
Adapun, perkembangan harga komoditas global sepanjang tahun lalu telah mendorong kinerja ekspor Indonesia tumbuh 41,88 persen secara kumulatif. Kemudian, ekspor nonmigas mencapai mencapai 41,52 persen.