Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menilai kehadiran maskapai baru yang masuk ke layanan bertarif hemat (low cost carrier/LCC) merupakan salah bentuk strategi mempertahankan bisnis selama pandemi Covid-19.
Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Novie Riyanto membenarkan dari sejumlah maskapai yang mengajukan operasi, ada nama TransNusa saat yang ini sedang dalam proses pengajuan Standar Operational Procedure (SOP) untuk pelayanan LCC. Setelah sebelumnya, maskapai yang telah memberikan layanan LCC adalah Super Air Jet yang telah beroperasi pada 2021.
Menurutnya, kelompok layanan dengan standar minimum atau no frills dan seringkali dikenal dengan LCC tersebut diatur dalam UU Penerbangan dan Peraturan Menteri terkait kelas pelayanan angkutan udara berjadwal dalam negeri.
“Kami memandang banyaknya maskapai yang melakukan pemilihan pelayanan menjadi LCC adalah hal yang wajar sebagai bentuk strategi perusahaan,” ujarnya, Kamis (10/2/2022).
Novie memandang maskapai yang memilih kelompok layanan LCC merupakan salah satu bentuk inovasi dan strategi untuk menarik pasar dan tentu telah disesuaikan dengan kemampuan dan arah strategi perusahaan. Dia pun berharap dengan kehadiran maskapai baru di segmen LCC dapat menarik jumlah penumpang yang lebih besar.
Dengan demikian, tekannya, maskapai dapat bertahan meningkatkan pendapatan perusahaan serta mengembangkan kreativitas dan inovasi untuk bersaing dengan maskapai lainnya.
Sementara itu, pemerhati penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri) Gerry Soedjatman menjelaskan perubahan segmentasi yang dilakukan oleh TransNusa selama pandemi Covid-19.
Hingga 2020, katanya, TransNusa masih beroperasi di daerah Nusa Tenggara Timur dan ikut terimbas pandemi. Namun, lanjutnya, karena maskapai tersebut sudah dalam diskusi dengan investor baru, TransNusa pun tidak ragu untuk menghentikan operasi sementara.
Gerry berpendapat tak ada persoalan untuk masuk ke pasar LCC pada kondisi saat ini. Terutama, karena industri penerbangan pada 2022 ini diharapkan bisa pulih atau recovery.
Kehadiran maskapai di segmen ini, kata dia, juga tepat karena bisa mengisi kekosongan dari jumlah pesawat maskapai lainnya yang sudah berkurang. Kondisi itu lantaran banyak pengembalian pesawat dilakukan oleh maskapai kepada para lessor selama pandemi Covid-19.
“Jadi bisa dibilang timing-nya tepat [memasuki pasar LCC]. Namun dengan adanya kondisi gelombang Omicron, kemungkinan recovery akan tertekan tetapi dampaknya tidak akan seperti gelomban Delta,” katanya.