Bisnis.com, JAKARTA - CEO Tesla Inc. Elon Musk ternyata telah saling berkirim pesan secara langsung melalui email dengan ayah dari seorang remaja yang menjadi korban kecelakaan mobil listrik tersebut pada 2018. Insiden itu langsung menewaskan korban akibat kebakaran hebat.
Dilansir Bloomberg pada Rabu (9/2/2022), bukti dari persidangan menunjukkan Musk berhubungan dengan ayah korban melalui pesan email selama sekitar 7 pekan.
Pertukaran email itu diperlihatkan dalam pengajuan pengadilan pada bulan ini dalam gugatan kematian akibat kecelakaan yang melibatkan kendaraan yang diproduksi Tesla.
Pengacara dalam kasus itu mencoba membujuk hakim untuk memerintahkan produsen kendaraan listrik terbesar itu mempertanyakan fitur mengemudi dengan bantuan autopilot Tesla.
Terlepas dari proses hukum yang sedang berjalan, rekaman tersebut menunjukkan sisi empati dari pribadi Musk atas kejadian mengerikan itu.
Barrett Riley berada di kemudi Tesla Model S ayahnya pada 8 Mei 2018. Dia kehilangan kendali dengan kecepatan 116 mil per jam dan menabrak dinding beton sebuah rumah di Fort Lauderdale, Florida.
Riley dan temannya yang duduk di kursi penumpang sama-sama tewas di tempat setelah mobil listrik tersebut dilalap api.
Sekitar 24 jam setelahnya, Musk langsung mengirim email ayah korban, James Riley. Dia mengungkapkan belasungkawa kepadanya.
"Tidak ada yang lebih buruk dari kehilangan seorang anak," tulis Elon Musk.
Namun, keluarga Riley mengatakan belum siap untuk bicara.
"Saya paham. Anak pertama saya juga meninggal di dekapan saja. Saya merasakan detak jantung terakhirnya," tulis Musk merespons Riley.
Dia menceritakan soal kepergian anak laki-lakinya, Nevada Alexander Musk yang meninggal dalam usia 10 bulan.
Musk telah bertindak untuk memenuhi permintaan Riley agar perusahaan mengubah fitur komputerisasinya sehingga memudahkan orang tua mengontrol kecepatan maksimum mobil Tesla.
Pada Juni 2018, Tesla merilis pembaruan software Tesla untuk fitur membatasi kecepatan sehingga pengemudi dapat mengatur kecepatan antara 50 mph - 90 mph melalui aplikasi smartphone dengan menggunakan PIN 4 digit.
"Saya tidak pernah meminta pengakuan untuk apa pun dalam hidup saya, tetapi alangkah baiknya untuk mengakui bahwa kehilangan Barrett dan Edgar akan meningkatkan keselamatan orang lain," tulis Riley kepada Musk pada 31 Mei 2018.
Dua hari sebelumnya, Musk mengatakan kepada Riley bahwa perusahaannya sedang melakukan yang terbaik untuk meningkatkan sistem keamanan kendaraan.
"Teman, keluarga dan bahkan saya sendiri mengendarai Tesla. Dan kalaupun mereka tidak mengendarainya, saya masih akan melakukan yang terbaik," ungkap Musk kepada Riley.
Hampir 2 tahun setelah pertukaran email tersebut, Riley mengajukan gugatan kewajiban produk terhadap Tesla di pengadilan federal Florida.
Dia mengatakan baterai lithium-ion kendaraan Tesla meledak menjadi api yang tak terkendali dan fatal akibat kecelakaan itu.
"Barrett Riley terbunuh oleh ledakan baterai, bukan karena kecelakaan," katanya.
Dia juga mengajukan keberatan karena 2 bulan sebelum kecelakaan dia telah meminta Tesla untuk memasang alat pembatas kecepatan untuk keamanan anaknya. Namun, alat itu dilepas tanpa seizinnya saat mobil tersebut di-service.
Menurutnya, hal itu menajdi kelalaian Tesla. Padahal, alat itu bisa menghindari kecelakaan tersebut.
"Dan Barret Riley seharusnya masih hidup hari ini," ungkapnya.
Menanggapi gugatan itu, Tesla membantah bahwa adanya kecacatan dalam perancangan baterai kendaraan. Perusahaan juga mengatakan Barrett Riley sendiri yang kembali ke pusat layanan dengan kekhawatiran tentang kinerja akselerasi kendaraan dan meminta agar pembatas kecepatan dilepas. Kasus ini akan masuk ke persidangan tahun ini.