Bisnis.com, JAKARTA - Tahun 2022, Indonesia secara resmi memegang Presidensi Group of Twenty (G20) selama setahun penuh.
Artinya, Indonesia akan menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan perhelatan yang dimulai dari 1 Desember 2021 hingga KTT G20 di November 2022. Serah terima presidensi dari Italia, selaku Presidensi G20 2021 kepada Indonesia, sudah dilakukan secara langsung pada 31 Oktober 2021 di Roma, Italia.
Presidensi G20 mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger”. Dikutip dari situs Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, melalui tema ini, Indonesia mengajak seluruh dunia untuk bersama-sama mencapai pemulihan yang lebih kuat dan berkelanjutan.
Semakin terintegrasinya perekonomian global, keberhasilan penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi di suatu negara tidak akan dapat bertahan lama apabila tidak diikuti oleh keberhasilan yang sama di negara-negara lain.
Saat penyerahan presidensi G20 di Roma, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Indonesia melalui tema besar “Recover Together, Recover Stronger” akan mendorong pertumbuhan yang inklusif, people-centered, serta ramah lingkungan dan berkelanjutan, menjadi komitmen utama kepemimpinan Indonesia di G20.
“Upaya tersebut harus dilakukan dengan cara luar biasa, terutama melalui kolaborasi dunia yang lebih kokoh, dan inovasi yang tiada henti. G20 harus menjadi motor pengembangan ekosistem yang mendorong kolaborasi dan inovasi ini. Hal ini yang harus terus kita perdalam pada pertemuan-pertemuan kita ke depan,” jelasnya, beberapa waktu lalu (31/10/2022).
Baca Juga
Apa itu G20?
G20 merupakan kepanjangan dari Group of Twenty. G20 sendiri adalah forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara dan satu kawasan ekonomi, Uni Eropa.
Dikutip dari laman Bank Indonesia, G20 merepresentasikan lebih dari 60 persen populasi bumi, 75 persen perdagangan global, dan 80 persen PDB dunia.
Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.
Fokus G20 umumnya mencakup perekonomian dunia dan isu-isu penting yang terkait dengannya. Isu-isu tersebut a.l. reformasi Bank Dunia dan IMF, perubahan iklim, energi global, dampak demografis hingga masalah populasi.
Tujuan dibentuknya G20
G20 didirikan pada tahun 1999 atas inisiasi kelompok G7. Forum multilateral ini dibentuk sebagai tanggapan atas beberapa krisis ekonomi dunia. Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral yang terlibat saat itu hanya fokus bagaimana mencari solusi untuk mengatasi krisis atau isu di seputar kebijakan fiskal dan moneter global.
Seiring perkembangannya, tujuan G20 kini adalah mewujudkan pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.
Sejak 2008, G20 telah bersidang setidaknya sekali setahun, dengan pertemuan puncak yang melibatkan kepala pemerintahan atau negara masing-masing anggota, menteri keuangan, menteri luar negeri, dan pejabat tinggi lainnya. Sementara itu, Uni Eropa diwakili oleh Komisi Eropa dan Bank Sentral Eropa.
Tidak hanya pejabat kenegaraan, forum ini juga diikuti oleh negara-negara lain, organisasi internasional, dan organisasi non-pemerintah diundang khusus untuk menghadiri KTT. Adapun, IMF dan Bank Dunia adalah lembaga yang diundang rutin dan permanen dalam perhelatan G20.
Pada 2010, dibentuk pula pembahasan di sektor pembangunan. Sejak saat itu, G20 terdiri atas Jalur Keuangan (Finance Track) dan Jalur Sherpa (Sherpa Track). Sherpa diambil dari istilah untuk pemandu di Nepal, menggambarkan bagaimana para Sherpa G20 membuka jalan menuju KTT (Summit).
Anggota G20, APEC dan Asean
Manfaat G20 bagi Indonesia
Melalui forum G20 tersebut, Indonesia berkesempatan mendorong upaya kolektif dunia mewujudkan kebijakan yang dapat mempercepat pemulihan ekonomi global secara inklusif.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa G20 adalah momentum untuk menjaga Kawasan Indo Pasifik yang netral, sebab pertumbuhan ekonominya yang relatif tinggi, dan ini adalah eranya untuk Asia.
"Setelah G20, Indonesia juga akan memimpin ASEAN, sehingga ini (G20) sangat tepat waktu, karena saat ini ASEAN merupakan wilayah cukup tenang dengan pertumbuhan tinggi. Semoga Indonesia juga bisa membawa basis filosofi yaitu konsultasi dan konsensus, konkretnya adalah musyawarah mufakat, dalam forum G20 tersebut,” kata
Menko Airlangga mengungkapkan, sedikitnya terdapat tiga manfaat besar bagi Indonesia dengan menjadi Presidensi G20, yakni manfaat ekonomi, pembangunan sosial, dan politik.
Dari aspek ekonomi, beberapa manfaat langsung yang diproyeksikan dapat tercapai dengan menjadi Presidensi G20 (terutama jika pertemuan dilaksanakan secara fisik) antara lain adalah peningkatkan konsumsi domestik hingga Rp1,7 triliun, penambahan PDB nasional hingga Rp7,4 triliun, dan pelibatan UMKM dan penyerapan tenaga kerja sekitar 33 ribu di berbagai sektor.
Secara agregat, Airlangga memperkirakan manfaat ekonominya dapat mencapai 1,5 – 2 kali lebih besar dari pelaksanaan IMF-WBG Annual Meetings 2018 di Bali, karena pelaksanaan pertemuan G20 tahun depan yang direncanakan sejumlah 150 pertemuan dan side events selama 12 bulan.
Selain aspek ekonomi, Sekretaris Menteri Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengungkapkan dalam presidensi G20, Indonesia memiliki keistimewaan dalam menentukan agenda setting, termasuk isu apa yang diangkat.
Indonesia juga dapat menyeimbangkan kepentingan dan prioritas negara maju dan negara berkembang.
Kemudian, sebagai pemegang presidensi G20 tahun ini, Indonesia dapat memperkuat sektor kunci ekonomi melalui negosiasi forum g20 dalam perdagangan, investasi, ketenagakerjaan, pertanian, kesehatan, pendidikan, sumber daya manusia dan SDGs.
framework agenda G20 2022
Topik Utama G20 2022
Susiwijono mengungkapkan ada tiga topik utama dalam G20 2022. Pertama, arsitektur kesehatan global. Area ini terkait dengan Penggalangan dana global, ketahanan dan standar kesehatan global yang harmonis.
Kedua, transformasi ekonomi & digital yang akan mencakup desain ulang tata kelola ekonomi global dengan teknologi digital.
Ketiga adalah transisi energi, dimana G20 akan mendorong terbentuknya sistem energi global yang lebih bersih dan transisi yang adil.
Events di G20
Dari data yang diterima Bisnis, ada kurang lebih 150 pertemuan yang akan diadakan di 19 kota seluruh Indonesia. Acara ini akan dihadiri oleh 20.988 delegasi.
Untuk KTT G20 2022 yang akan diadakan sekitar bulan November 2022, setidaknya 39 negara dan organisasi internasional akan hadir. Estimasi dari Susiwijono yang merupakan Ketua Sekretariat Gabungan Sherpa dan Finance Track, sebanyak 429 delegasi dari anggota G20 dan tamu undangan akan hadir.
Selain itu, dari total pertemuan di G20, ada 19 pertemuan tingkat menteri, 7 pertemuan deputi/sherpa, 70 lebih pertemuan working group serta side events dan 51 pertemuan dengan engagement group.
Fokus Pembahasan G20 2022
Ada dua jalur di dalam G20, yakni finance track atau jalur keuangan/finansial dan sherpa track atau jalur sherpa.
Di dalam sherpa track, delegasi, working group dan engagement group - yang terdiri dari B20, L20, U20, S20, Y20 dan lain-lain - akan membahas isu-isu penting seperti antikorupsi, agrikultur, ekonomi digital, ketenagakerjaan, kesehatan, lingkungan hidup, energi berkelanjutan, perdagangan, investasi hingga pembangunan.
Sementara itu, di jalur finansial, pembahasan akan berfokus pada masalah perekonomian baik pajak, kebijakan moneter, fiskal dan lainnya.
Menurut BI, setidaknya ada enam agenda prioritas di jalur keuangan atau finance track.
Pertama terkait dengan exit strategy untuk menopang pemulihan. Dalam lingkup ini, G20 akan membahas upaya melindungi negara-negara yang masih menuju pemulihan ekonomi (terutama negara berkembang) dari efek limpahan (spillover) exit policy yang diterapkan oleh negara yang lebih dahulu pulih ekonominya (umumnya negara maju).
Kedua, mengatasi scaring effect guna mengamankan pertumbuhan di masa depan.
G20 akan mencari cara untuk mengatasi dampak berkepanjangan (scarring effect) krisis dengan meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan jangka panjang, memperhatikan ketenagakerjan, rumah tangga, sektor korporasi, dan sektor keuangan.
Ketiga, perihal sistem pembayaran di era digital. Agenda ini mencakup standar pembayaran lintas batas negara (CBP), serta prinsip-prinsip pengembangan CBDC (General Principles for Developing CBDC).
Keempat adalah masalah keuangan berkelanjutan atai sustainable Finance.
G20 akan membahas risiko iklim dan risiko transisi menuju ekonomi rendah karbon, dan sustainable finance (keuangan berkelanjutan) dari sudut pandang makroekonomi dan stabilitas keuangan.
Kelima, agenda inklusi keuangan yang menitikberatkan pada inklusi keuangan digital dan keuangan UKM.
Pembahasan akan mencakup pemanfaatan open banking untuk mendorong produktivitas dan mendukung ekonomi dan keuangan inklusif bagi underserved community yaitu wanita, pemuda, dan UMKM, termasuk aspek lintas batas.
Terakhir, pembahasan perpajakan internasional, utamanya terkait dengan implementasi Framework bersama OECD/G20 mengenai strategi perencanaan pajak yang disebut Base Erotion and Profit Shifting (BEPS).
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara telah mengungkap sejumlah aspek pembahasan yang akan memiliki perdebatan yang kuat pada forum G20, khususnya tahun ini.
proses pencapaian kesepakatan antar negara-negara G20 terkait dengan persoalan kesehatan global hingga perpajakan internasional, akan berlangsung secara intens.
"Soal kesehatan dan ekonomi, sustainability, dan perpajakan di tingkat internasional, itu adalah items yang akan sangat intens [dibahas] di G20. Percaya sama saya, perdebatannya sangat intens," tutur Suahasil, Rabu (26/1/2022).