Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan Kasan mengatakan peningkatan investasi asing tidak selalu sejalan dengan peningkatan ekspor. Dampak investasi pada ekspor ditentukan pada orientasi pasar dari usaha yang dibuka.
"Ini juga tergantung jenisnya, apakah investasi asing ini baru atau perluasan. Jika baru tentu membutuhkan waktu sampai produksi, termasuk untuk ekspor," kata Kasan, Jumat (4/2/2022).
Jika dibandingkan dengan negara Asean lain seperti Vietnam, Kasan mengatakan nilai foreign direct investment (FDI) yang masuk sejatinya tidak terlalu berbeda. Tetapi, Kasan mencatat peningkatan ekspor lebih terlihat di Vietnam yang memperlihatkan rasio ekspor mencapai 105,55 persen terhadap produk domestik bruton (PDB) pada 2020, jauh meningkat daripada posisi 2000 di angka 53,92 persen.
"Sementara Indonesia dengan nilai investasi asing yang tidak jauh berbeda, rasio ekspor terhadap PDB masih berkisar 23 persen. Bisa dikatakan investasi di Vietnam memang banyak berorientasi ekspor," tambah Kasan.
Namun perbedaan ini tak lantas menunjukkan bahwa investasi asing yang masuk ke Indonesia tidak didukung oleh usaha yang berorientasi ekspor. Kasan mengatakan investasi asing di sejumlah sektor memang hadir untuk memenuhi kebutuhan luar negeri karena kapasitas produksi yang besar dan tidak seluruhnya diserap pasar domestik.
"Tidak bisa digeneralisasi investasi asing belum berorientasi ekspor. Setiap kasus bisa berbeda," katanya.
Baca Juga
Dia memberi contoh perkembangan investasi di sektor pertambangan yang diikuti dengan penghiliran pada besi dan baja. Peningkatan ekspor besi dan baja yang dinikmati Indonesia dalam 3 tahun terakhir merupakan buah dari investasi beberapa tahun sebelumnya.
Berdasarkan jenis produknya, ekspor Indonesia didominasi oleh bahan bakar mineral dengan rasio 16 persen pada ekspor 2021 dan minyak nabati 13 persen dari total ekspor sekitar US$231 miliar. Adapun ekspor yang didominasi investasi asing seperti peralatan elektronik menyumbang 5,7 persen dari total ekspor dan kendaraan bermotor sekitar 4,0 persen.
Sementara itu, kinerja ekspor Vietnam yang mencapai US$293,7 miliar pada 2021 ditopang oleh ekspor produk elektronik dengan kontribusi mencapai 39 persen. Bahan bakar mineral menyumbang 11 persen dan mesin serta reaktor nuklir menyumbang 8,6 persen.
Meski kontribusi ekspor produk bernilai tambah asal investasi asing masih terbatas, Kasan meyakini prospek masuknya investasi asing berorientasi ekspor bagi Indonesia tetap besar. Kenaikan realisasi penanaman modal asing (PMA) dalam beberapa tahun terakhir dia sebut menjadi indikasi bahwa Indonesia masih menjadi lokasi yang cukup menjanjikan.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan keterkaitan investasi asing dan kinerja ekspor ditentukan oleh orientasi pasar dari usaha yang beroperasi. Dengan demografi Indonesia yang menjanjikan, bukan tak mungkin investasi asing justru hadir untuk penetrasi pasar domestik.
"Untuk sektor pertambangan dan perkebunan yang menikmati commodity booming bisa menarik PMA karena prospek ekspornya bagus," katanya.
Selain kedua sektor tersebut, Bhima juga mencatat terdapat beberapa sektor, baik yang berorientasi domestik maupun ekspor, yang menarik bagi investasi asing. Di antaranya adalah sektor farmasi dan produk kertas.
Kementerian Investasi mencatat PMA di kedua sektor ini mencapai US$1,65 miliar dan US$952,5 juta pada 2021. Pada 2020, investasi di kedua sektor usaha ini berjumlah US$1,74 miliar dan US$942,8 juta.