Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Bidik Investasi Rp1.200 Triliun pada 2022, Ini Tantangannya

Target pemerintah yang membidik investasi senilai Rp1.200 triliun pada tahun ini dinilai masih dibayangi sejumlah tantangan.
Suasana gedung bertingkat dan perumahan padat penduduk di Jakarta, Rabu (31/3/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Suasana gedung bertingkat dan perumahan padat penduduk di Jakarta, Rabu (31/3/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah telah menargetkan nilai investasi Rp1.200 triliun atau lebih tinggi 30 persen dibandingkan tahun lalu. Tetapi, terdapat sejumlah faktor yang diperkirakan bisa menghambat upaya dalam mencapai sasaran tersebut.

Seperti diketahui, target investasi senilai Rp900 triliun tahun lalu berhasil dipenuhi dengan capaian 100,1 persen atau senilai Rp901,02 triliun. 

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia sebelumnya menyatakan optimis target tersebut bisa tercapai, meskipun dia mengakui hal tersebut tidak mudah. Hal tersebut disampaikannya pada konferensi pers Realisasi Investasi Triwulan IV/2021, Kamis (27/1/2022).

Secara terpisah, Peneliti Institute for Development of Economics and Finances (Indef) Bidang Perdagangan, Industri, dan Investasi Ahmad Heri Firdaus menyatakan bahwa masih ada banyak risiko yang akan dihadapi oleh otoritas investasi dalam hal pencapaian target realisasi penanaman modal.

Heri menjabarkan risiko bisa datang dari global yakni perkembangan pandemi Covid-19 karena mutasi virus terus terjadi. Hal ini, jelasnya, akan menimbulkan ketidakpastian bagi kegiatan investasi.

Kemudian, perkembangan harga komoditas utama dunia juga dinilai bisa membayangi proyeksi penanaman modal di tahun ini dengan kenaikan target lebih dari 30 persen dari realisasi tahun sebelumnya.

"Ini masih menjadi sorotan di dunia. Ada juga isu-isu terkait dengan logistik perdagangan dunia, serta kondisi geopolitik, masih harus kita hadapi," tutur Heri kepada Bisnis, Senin (31//1/2022).

Heri lalu menyampaikan bahwa pemerintah perlu menetapkan investasi di bidang atau sektor apa yang akan menjadi prioritas. Apabila sektor hilir yang akan didorong tahun ini, maka dia menyebut pemerintah perlu merancang dan menyediakan berbagai paket insentif bagi investor yang akan menanamkan modalnya untuk investasi di sektor tersebut.

Insentif yang dibutuhkan, menurut Heri, harus bersifat multisektor. Hal itu berlaku untuk seluruh sektor yang menjadi tujuan investasi.

"Kalau ada ekspansi industri, berarti mereka [investor] kan ada penambahan modal di situ. Bisa diatur stimulusnya seperti apa supaya bisa menarik investor untuk menambah investasinya," tambahnya.

Di sisi lain, Heri menilai tantangan baru di tahun ketiga pandemi untuk investasi juga datang dari dalam negeri. Dia menyampaikan bahwa dengan adanya sejumlah peraturan dan kebijakan baru, maka penanaman modal akan ikut menyesuaikan juga.

Hal ini, kata Heri, bisa memengaruhi target investari yang ditetapkan pemerintah. "Bagaimana peraturan-peraturan baru yang pemerintah rilis serta rencana-rencana kebijakan, misalnya [kenaikan] PPN pada April. Kemudian, ada carbon tax, dan kemungkinan kenaikan tarif dasar listrik. Ini adalah isu-isu nasional yang memengaruhi ekonomi. Tentunya akan memengaruhi target ke depan," ujarnya.

Selain itu, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Cipta Kerja dinilai bisa menjadi risiko tambahan. Tentunya, apabila pemerintah tidak mampu untuk memperbaiki omnibus law tersebut sesuai dengan tenggat waktu yang diberikan MK, yakni dua tahun.

Sebelumnya, MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan pemerintah dilarang untuk menerbitkan peraturan turunan baru. Kendati demikian, peraturan pemerintah (PP) dan peraturan Presiden (Perpres) yang sebelumnya sudah diterbitkan tetap berlaku selama dua tahun perbaikan yang diberikan MK.

Apabila pemerintah tidak memperbaiki kecacatan formil UU Cipta Kerja tepat waktu, maka undang-undang sapu jagad tersebut akan dinyatakan inkonstitusional permanen. '

Untuk itu, Heri menilai pemerintah perlu memberikan kompensasi atau stimulus bagi investor karena adanya ketidakpastian akibat putusan MK itu.

"Kalau tidak ada perbaikan-perbaikan apapun atau pemerintah tidak mengupayakan regulasi yang bisa mengkompensasi ketidakpastian ini, maka akan sulit untuk mencapai target investasi," pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper