Bisnis.com, JAKARTA – Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Mohamad Ikhsan pemerintah perlu mengantisipasi potensi inflasi 2022 yang cukup besar.
Hal ini terlihat pada inflasi volatile food yang mencapai 2,32 persen pada Desember dan inflasi IHK Desember sebesar 0,57 persen m-to-m, lebih tinggi dari rata-rata inflasi Desember 5 tahun sebelumnya sebesar 0,51 persen m-to-m.
Menurut Ikhsan, pada 2022 terdapat beberapa risiko yang harus dihadapi, diantaranya mengenai volatile food, kenaikan harga pangan pada lebaran, Natal, dan Tahun Baru.
Selain itu, adanya kenaikan harga komoditas seperti minyak goreng serta antisipasi kondisi cuaca.
“Hal tersebut harus diwaspadai terutama pada triwulan pertama. Untuk itu perlu disiapkan mitigasi, misalnya dengan meningkatkan stok supaya inflasi pada volatile food dapat dijaga. Yang harus juga diantisipasi adalah kenaikan harga energi. Diharapkan hal ini akan bergerak ke pola normal sehingga tekanan pada administered prices bisa berkurang,” ujarnya, dikutip dari keterangan resminya, Rabu (19/1/2022).
Jika dilihat dinamika inflasi selama empat tahun terakhir, terdapat dua periode kenaikan harga setiap tahunnya, yakni pada periode puasa–lebaran serta Natal–Tahun Baru.
Namun, pada periode puasa–lebaran 2021, inflasi volatile food di bawah satu persen. Hal ini menunjukan tidak terjadi kenaikan harga yang terlalu signifikan.
"Karena itu perlu mitigasi. Stok harus naik dan mungkin kita harus membuka keran impor pada kuartal I/2022 agar volatile food ini dapat dijaga," kata dia.