Bisnis.com, JAKARTA — Serapan gas industri dengan harga tertentu sebesar US$6 per MMBTU sepanjang 2021 mencapai 81,08 persen dari total alokasi 1.241 BBTUD. Di antara tujuh sektor penerima harga gas bumi tertentu, serapan di industri baja tercatat yang paling rendah yakni sebesar 57,33 persen dari total alokasi 76,34 BBTUD.
Berdasarkan paparan kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dikutip Bisnis, Selasa (18/1/2022), angka serapan itu naik dari 2020 sebesar 76,8 persen dari total alokasi 1.199,8 BBTUD. Besaran alokasi sebelumnya tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No.89/2020 tentang pengguna dan harga gas bumi tertentu di bidang industri yang mulai berlaku April 2020.
Sementara itu, industri sarung tangan karet mengalami serapan terbesar yaitu 93,49 persen, menyusul kemudian berturut-turut industri pupuk, petrokimia, kaca, keramik, oleokimia, dan baja.
Sebelumnya, sejumlah industri menyatakan serapan harga gas bumi tertentu belum merata dan upaya penyesuaian terus dilakukan.
Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono, misalnya, mengatakan ada sekitar 30 hingga 40 persen gas industri dengan penyesuaian harga yang belum disalurkan dari total alokasi di industri petrokimia. Hal itu terutama terjadi di Jawa Barat dan Jawa Timur.
"Sekitar 30-40 persen [belum teralokasi]. Di Jawa Barat ada 25 perusahaan, Jawa Timur ada 10," katanya, kepada Bisnis belum lama ini.
Di luar tujuh industri yang telah mendapat alokasi, Kementerian Perindustrian telah mengusulkan 10 sektor tambahan penerima harga gas bumi tertentu.
Sektor industri memang mencatatkan porsi tertinggi pada pemanfaatan gas untuk domestik, yakni sebesar 27,69 persen. Adapun, porsi pemanfaatan gas untuk domestik pada 2021 sebesar 66 persen dibandingkan dengan porsi ekspor 34 persen dengan total realisasi penyaluran 5.684 BBTUD.