Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan perbankan menilai prospek bisnis properti yang lebih baik pada tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu. Target kredit real estat pun ditargetkan lebih tinggi meski kondisi belum pulih hingga seperti masa sebelum pandemi Covid-19.
Selain menyoroti optimism di bisnis property, redaksi bisnisindonesia.id menyajikan sejumlah berita ekonomi dan bisnis lainnya yang dikemas secara analitik dan mendalam untuk disajikan kepada Anda, para pembaca.
Berikut lima berita pilihan redaksi bisnisindonesia.id, Jumat (14/1/2022)
Tahun 2020 merupakan mimpi buruk bagi bisnis properti akibat pandemi Covid-19. Semua pemangku kepentingan bisnis properti tidak siap menghadapi hal tersebut, baik developer, konsumen, maupun perbankan.
Akan tetapi, sepanjang 2021 kondisinya semakin pulih, meski tidak setinggi harapan pada awal tahun lalu lantaran pada Juni dan Juli muncul kembali gelombang kedua virus Corona.
Kalangan perbankan menilai prospek bisnis properti yang lebih baik pada tahun 2022 dibandingkan dengan tahun lalu. Target kredit real estat pun ditargetkan lebih tinggi meski kondisi belum pulih hingga seperti masa sebelum pandemi Covid-19.
Baca Juga
- Top 5 News Bisnisindonesia.id: Dari Keran Ekspor Batu Bara Dibuka Kembali, Masa Depan Ekonomi Global, hingga Waspada Serangan Siber
- Top 5 News Bisnisindonesia.id: Babak Baru Bisnis Batu Bara Hingga Vaksin Booster Covid-19 Tak Berbayar
- Top 5 News Bisnisindonesia.id: Saham ADMR Jawara Pekan Ini hingga Tiga Bank Rombak Direksi dan Komisaris
Otoritas Jasa Keuangan tengah meminta masukan publik untuk penyusunan regulasi terkait dengan penyertaan modal oleh bank umum. Ketentuan itu nantinya akan menggantikan peraturan sebelumnya POJK No. 36/2017.
Dalam rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) yang disiapkan, penyertaan modal dimaksud adalah penanaman dana bank dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan. Di dalamnya termasuk surat utang konversi wajib atau surat investasi konversi wajib atau jenis transaksi tertentu yang berakibat bank memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan.
Pemerintah semakin serius menggarap potensi energi baru terbarukan (EBT). Tidak hanya melalui sejumlah peraturan, tetapi juga mendorong perusahaan-perusahaan pelat merah mengembangkan bisnisnya.
Hal itu tercermin dari upaya Kementerian BUMN membawa PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) melantai di bursa. Upaya itu dilakukan untuk mendapatkan dana segar pengembangan panas bumi yang menjadi salah satu sumber EBT lewat pasar modal.
Initial public offering (IPO) PGE ditargetkan bisa terlaksana pada semester I/2022. Proses registrasi ditargetkan mulai Maret 2022. Diharapkan IPO terlaksana pada Juni 2022.
Malaysia ingin mempercepat proses penandatanganan nota kesepahaman dengan Indonesia terkait perekrutan tenaga kerja asing untuk sektor konstruksi.
Menteri Senior Pekerjaan Malaysia Fadillah Yusof mengatakan rencana percepatan perekrutan tenaga kerja asing (TKA) di sektor konstruksi itu sudah dibicarakan dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Sumber Daya Manusia (KSM) dalam rapat kabinet, Rabu (13/1/2022).
Tantangan terbesar bagi masuknya tenaga kerja asing ke Malaysia adalah kepatuhan terhadap prosedur operasi standar dan juga Undang-Undang Standar Minimum Perumahan, Akomodasi dan Fasilitas Karyawan 1990 (UU 446) karena perusahaan konstruksi harus menyediakan perumahan dan akomodasi.
Indeks harga saham gabungan (IHSG) berbalik turun pada awal perdagangan Jumat (14/1/2022). Meski begitu, indeks acuan diproyeksi bakal menguat pada akhir perdagangan.
Saham BBRI menjadi saham yang paling banyak diborong asing dengan net buy sebesar Rp 15,1 miliar. Disusul oleh saham BBCA dan ASII yang masing-masing mencatatkan nilai beli bersih sebesar Rp3,2 miliar dan Rp397 juta.
Direktur MNC Asset Management Edwin Sebayang memproyeksi IHSG bakal menguat seperti penutupan perdagangan Kamis (13/1/2022). Pada perdagangan kemarin, IHSG parkir pada posisi 6.658,35 atau naik 0,17 persen.
Menurut dia, kenaikan indeks acuan tersebut sejalan dengan kenaikan harga sejumlah komoditas yang cukup tajam, seperti batu bara naik 9,56 persen, CPO naik 0,99 persen, nikel naik 0,6 persen, dan timah naik 2,36 persen.
Di sisi lain, ada katalis negatif yang bakal menekan indeks acuan