Bisnis.com, JAKARTA — Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memberikan sejumlah solusi agar wacana kenaikan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) tidak begitu memberatkan para pengguna.
Ketua YLKI Tulus Abadi mengaku rencana tarif KRL naik yang saat ini Rp3.000 menjadi Rp5.000 untuk 25 km pertama sebenarnya memang realistis. Pasalnya, tarif belum berubah sejak 2016.
"Mestinya atau idealnya terkait dengan wacana kenaikan tarif itu agar tidak menjadi beban masyarakat yang tinggi memang sebaiknya pemerintah atau regulator dalam hal ini Kementerian Perhubungan menambah PSO [subsidi untuk pelayanan publik] kepada PT KAI sesuai dengan kebutuhan," ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (13/1/2022).
Menurutnya, tidak mungkin PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI sebagai induk perusahaan dari PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) atau KAI Commuter menggantungkan biaya operasional di bawah biaya pokok dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab konsumen.
Maka dari itu, sambungnya, agar tidak terjadi kenaikan tarif memang seharusnya PSO ditambah. Sementara ini, jumlah PSO yang diberikan kepada PT KAI masih kurang dengan biaya operasional yang diperlukan.
"Nah kalau PSO itu tidak ditambah opsinya ya menaikkan tarif KRL pada konsumen yang pada sisi momen sebenarnya cukup rasional juga karena sejak 2016 tarif KRL belum pernah mengalami kenaikan sementara biaya operasional mengalami kenaikan dan terjadi inflasi lima tahun setelah 2016," ucap Tulus.
Baca Juga
Dia menambahkan, wacana kenaikan tarif ini harus mengedepankan adanya kontribusi pemerintah dengan pemberian atau penambahan PSO sehingga sebisa mungkin tidak terjadi kenaikan tarif.
Menurutnya, persoalan tarif ini sejatinya adalah tanggung jawab penyedia transportasi publik dalam hal ini pemerintah. Namun kalau pemerintah menyerah karena tidak punya dana yang cukup untuk menambah PSO maka kenaikan itu jangan sampai menganggu daya beli masyarakat.
"Kenaikan tarif kisaran 1.000-2.000 ini harus diimbangi dengan tingkat pelayanan andal, prima sehingga betul-betul ada keseimbangan pelayanan dengan pengeluaran konsumen," tutupnya.
Sebelumnya, PT KAI telah menandatangani kontrak Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation/PSO) KA Ekonomi dan subsidi Kereta Api Perintis Tahun 2022 sebesar Rp3,237 triliun dengan Kementerian Perhubungan.
Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo merinci bantuan tersebut terdiri dari Rp3,051 triliun untuk PSO KA Ekonomi dan Rp186,7 miliar untuk subsidi KA Perintis.
Didiek mengaku akan berkomitmen untuk memenuhi penugasan tersebut dengan sebaik-baiknya sesuai dengan amanah yang diberikan. KAI akan konsisten memberikan layanan prima dari sisi sarana, fasilitas, dan pelayanan yang memenuhi standar pelayanan minimum yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 63/2019.
"PSO ini akan dialokasikan untuk perjalanan KA Jarak Jauh, KA Jarak Sedang, KA Lebaran, KA Jarak Dekat, KRD, KRL Jabodetabek, dan KRL Yogyakarta," ucap Didiek.
Dia menegaskan dengan ditandatanganinya kontrak PSO dan Perintis yang diberikan kepada KAI, akan memberikan nilai lebih kepada masyarakat akan layanan kereta api yang semakin andal, efisien, dan terjangkau.