Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia dan Jepang sepakat akan mengembangkan teknologi carbon, capture, utilization, and storage (CCUS) untuk pembangkit listrik di Indonesia. Teknologi itu masih menghadapi masalah harga yang tergolong tidak ekonomis.
Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) menyambut baik kerja sama kedua negara tersebut dalam pengembangan teknologi pada pembangkit listrik. Akan tetapi, upaya itu semestinya dapat memberikan keekonomian pada CCUS di Indonesia.
“Kami menyambut positif setiap peluang kerja sama. CCUS sejatinya sudah ada teknologinya, tetapi secara hitungan ekonomis belum berhasil dikembangkan di Indonesia,” kata Ketua Umum APLSI Arthur Simatupang kepada Bisnis, Senin (10/1/2022).
CCUS merupakan teknologi untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara. Namun, teknologi tersebut masih terbilang mahal hingga saat ini.
Sementara itu, PT PLN (Persero) telah memasukan teknologi carbon capture and storage (CCS) di dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2021–2030.
Penerapan teknologi pada PLTU tersebut diyakini dapat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan. Akan tetapi, implementasinya masih menunggu teknologi tersebut matang secara komersial.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa sektor energi akan menghadapi tantangan besar di masa mendatang. Sebab itu, diperlukan kerja sama sebagai upaya alih teknologi untuk mempercepat transisi energi.
“Indonesia dan Jepang bisa mengembangkan bersama-sama teknologi CCUS dengan memanfaatkan sumber daya alam di Indonesia,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (10/1/2022).
Sebelumnya, Electricity System Planning Division PT PLN (Persero) Edwin Nugraha mengatakan bahwa pemakaian teknologi, seperti CCUS pada PLTU akan dimulai pada 2040. Teknologi itu diyakini dapat menekan gas buang hingga 90 persen.
“Jadi CCUS akan kami pakai sesuai dengan umur PLTU tersebut, ketika dia sudah fully depreciated baru kami pakai CCUS ini, dengan harapan kami tidak perlu lagi membayar komponen, tidak perlu lagi membayar biaya penyusutannya,” katanya pada Rabu (8/12/2021).
Sementara itu, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif mengatakan bahwa pemerintah mendorong optimasi batu bara agar industri tambang tidak terhenti begitu saja. Beberapa peluang bisnis baru dinilai dapat menjadi perhatian pelaku industri tersebut.
Beberapa di antaranya dengan menggunakan teknologi ultra critical maupun CCUS, menghentikan tambahan pembangunan PLTU batu bara di Jawa, penghiliran untuk industri pupuk, pembuatan produk kokas dan semi kokas, pemanfaatan logam tanah jarang, hingga penerapan teknologi maju.
“Dengan adanya peluang ini, pemanfaatan batu bara masih dapat dilakukan kegiatan produksinya [sekaligus] berkontribusi dalam penurunan emisi karbon sesuai NZE 2060,” katanya saat Webinar Dampak Perubahan Iklim Terhadap Batubara, Rabu (1/12/2021).