Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Batu Bara DMO Diusulkan Jadi US$90 per Ton, Ini Alasannya

Asosiasi Pemasok Energi dan Batu Bara Indonesia (Aspebindo) mengusulkan harga batu bara domestic market obligation (DMO) untuk kebutuhan domestik disesuaikan menjadi US$90 per metrik ton. Disparitas harga menjadi salah satu pertimbangan usulan tersebut.
Pekerja beraktivitas di area pertambangan batu bara PT Adaro Indonesia, di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Selasa (17/10)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja beraktivitas di area pertambangan batu bara PT Adaro Indonesia, di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Selasa (17/10)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pemasok Energi dan Batu Bara Indonesia (Aspebindo) mengusulkan harga batu bara domestic market obligation (DMO) untuk kebutuhan domestik disesuaikan menjadi US$90 per metrik ton. Disparitas harga menjadi salah satu pertimbangan usulan tersebut.

Ketua Umum Aspebindo Anggawira mengatakan bahwa usulan tersebut disampaikan setelah muncul beberapa pertanyaan dari para anggota dan media. Rencananya, hasil dari rembukan tersebut akan disampaikan kepada Kementerian ESDM pada awal tahun depan.

“Awal tahun kami berencana sampaikan [usulan secara resmi kepada pemerintah],” katanya kepada Bisnis, Jumat (24/12/2021).

Dia menyebut bahwa saat ini jarak harga antara ekspor dan domestik terpaut cukup jauh. DMO untuk kepentingan umum ditetapkan pemerintah US$70 per metrik ton. Angka tersebut tidak berubah sejak pertama kali ditetapkan di 2018.

Sementara itu, berdasarkan bursa ICE Newcastle, harga batu bara di pasar global telah menyentuh US$169,40 per metrik ton untuk kontrak Desember, dan US$171,60 per metrik ton untuk kontrak Januari 2022. Artinya, disparitas DMO dengan harga di pasar global sekitar US$100 per metrik ton.

Di sisi lain, Kementerian ESDM juga telah menetapkan harga khusus batu bara untuk kebutuhan bahan baku maupun bahan bakar industri semen dalam negeri sebesar US$90 per metrik ton.

“Apalagi ada kenaikan harga [batu bara] non-listrik. Mungkin must be better kalau bisa sama saja antara non-listrik dan listrik DMO-nya,” terangnya.

Pun demikian, dia menyebutkan bahwa penentuan harga ideal terhadap bahan bakar listrik perlu formulasi dan rumusan khusus. Penetapan harga tersebut akan bergantung pada coal index yang ada.

Di sisi lain, dia menjelaskan, adanya kenaikan harga batu bara DMO akan memberikan tambahan penerimaan negara bukan pajak. “Ketika ada kenaikan, ada pendapatan lain untuk pemerintah yang dapat diterima dari kenaikan harga yang ada,” tuturnya.

Sebelumnya, Anggawira mengatakan bahwa tingginya disparitas harga antara ekspor dan DMO membuat kelangkaan pasokan batu bara bagi PLN sebagai penerima manfaat DMO.

“Aspebindo berharap permasalahan yang dialami PLN dapat selesai dengan pembaruan harga DMO batu bara yang lebih kompetitif,” ujarnya.

Menurutnya, penetapan harga DMO batu bara yang lebih kompetitif tentu akan menumbuhkan iklim usaha yang lebih kondusif di dalam negeri. Selain itu, asosiasi berharap penyesuaian harga menciptakan iklim bisnis yang kompetitif dan juga sehat.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sendiri berencana untuk mengkaji ulang penetapan harga domestic market obligation (DMO) untuk pembangkit listrik yang saat ini sebesar US$70 per metrik ton.

DMO pembangkit listrik untuk kepentingan umum selama ini dinikmati oleh PT PLN (Persero). Perusahaan setrum itu selama ini menjadi penyuplai utama kelistrikan dalam negeri.

Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Ditjen Minerba Kementerian ESDM Sunindyo Suryo Herdadi mengatakan, evaluasi terhadap harga DMO masih dalam kajian bersama.

“Kami di Ditjen beserta para stakeholder terkait sedang melakukan evaluasi terhadap harga patokan batu bara, khususnya untuk pembangkit listrik,” katanya saat konferensi pers, Selasa (21/12/2021).

Meski demikian, pihaknya belum dapat menyampaikan secara detail proses yang sedang berlangsung. Dia pun berjanji akan menyampaikan kepada publik bila hasil evaluasi telah disepakati.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper