Bisnis.com, JAKARTA - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menemukan sejumlah hal dalam proses investigasi kecelakaan LRT Jabodebek yang terjadi di kawasan Cibubur, Jawa Barat, 25 Oktober 2021.
Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Perkeretaapian KNKT Suprapto mengatakan selama 2021, KNKT melakukan investigasi sebanyak 5 kali terkait kejadian kecelakaan kereta api. Namun yang menonjol adalah tabrakan LRT Jabodebek di KM. 12+720 pada petak Jalan antara St. Ciracas dan St. Harjamukti.
Adapun beberapa temuan dari KNKT, di antaranya SOP langsiran yang dilaksanakan di jalur utama (mainline), dinyatakan batas kecepatan maksimum sesuai tanda batas kecepatan yang terpasang di jalur yakni 80 km/jam.
"Kecepatan tersebut berlaku hingga teknisi/masinis melihat kereta yang parker [atau berhenti di depannya] dan kecepatan diturunkan menjadi ± 3 km/jam," kata Suprapto dalam konferensi pers, Senin (20/12/2021).
Dia menuturkan, saat kejadian terdapat 12 trainset yang akan dipindahkan/dilangsir dan komunikasi dilakukan dengan telepon seluler. Transet (TS) 29 direncanakan berhenti langsir pada KM. 12+800 KM jalur 1 St. Harjamukti.
Sementara, lanjutnya, perjalanan TS. 29 menjelang tabrakan dengan posisi Sun Visor kabin masinis (penghalang matahari) tertutup sebagian sehingga mengganggu pandangan masinis/teknisi.
"Teknisi TS. 29 belum sempat melakukan pengereman dan juga tidak menekan tombol darurat. Ditemukan bahwa teknisi melihat TS. 20 diperkirakan pada jarak 245,8 m di depannya," tambahnya.
Lebih lanjut, ujar Suprapto, tim juga menemukan jarum indikator speedometer analog kereta TS. 29 (yang menabrak) pada angka kecepatan 50 km/jam. Kemudian S-Diag (On board Diagnosis System Diagnosis) kereta belum terkonfigurasi, serta hasil download MHI (Human Machine Interface) TS. 29 juga tidak sesuai dengan tanggal kejadian.
Bukan itu saja, pihaknya juga menemukan ergonomi kabin tidak optimal dan terdapat penutup (pelat cover) pada tombol Emergency Brake Button (tombol pengereman emergency).
Sementara itu, Suprapto menambahkan, sesuai hasil simulasi dan analisa KNKT dengan waktu reaksi 3 detik (orang sehat), ditemukan beberapa kondisi seperti pada kecepatan 70 km/jam dan masinis segera (waktu reaksi 3 menit) menggunakan rem emergensi, maka jarak hentinya adalah 234,8 m.
Menurutnya, dalam kondisi ini tabrakan dapat dihindari. Namun jika teknisi hanya menggunakan pengereman biasa (service brake) maka tabrakan tetap akan terjadi, karena jarak hentinya 271 m.
"Pada kecepatan operasi 80 km/jam, dibutuhkan jarak henti 291 m [dengan emergensi brake] dan 340 m [dengan service brake]. Hal ini menunjukkan bahwa jika digunakan kecepatan 80 km/jam, maka dapat dipastikan terjadi tabrakan," tutur Suprapto.