Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani Ungkap Alasan Pemerintah Dorong UU HKPD

Menurut Sri Mulyani, desain UU HKPD tidak hanya menyentuh alokasi fiskal tetapi juga memperkuat belanja daerah agar efisien, fokus, dan memiliki sinergi dengan belanja pemerintah pusat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan sambutan acara virtual saat acara Bisnis Indonesia Award di Jakarta, Senin (14/12/2020). Bisnis/Abdurachman
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan sambutan acara virtual saat acara Bisnis Indonesia Award di Jakarta, Senin (14/12/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menilai bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal hingga saat ini belum optimal. Berbagai masalah dinilai dapat diatasi oleh struktur aturan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau RUU HKPD.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan desentralisasi fiskal sejauh ini. Dalam temuannya, masih banyak pengelolaan keuangan daerah yang belum optimal dan memerlukan perbaikan secara menyeluruh.

Menurutnya, terdapat peningkatan alokasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) dari Rp523 triliun pada 2013 menjadi Rp795 triliun pada 2021. Namun, dana itu belum dimanfaatkan secara optimal oleh daerah.

"Hal ini dapat dilihat dari pemanfaatan dana alokasi umum [DAU] yang masih didominasi belanja pegawai [64,8 persen] dan dana alokasi khusus [DAK] yang menjadi salah satu sumber utama belanja modal di daerah," ujar Sri Mulyani dalam rapat paripurna DPR, Selasa (7/12/2021).

Kemenkeu pun menilai kemampuan daerah masih minim dalam mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD), yakni dalam tiga tahun terakhir porsi PAD terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) masih berada di kisaran 24,7 persen.

Sri Mulyani menyatakan bahwa belanja daerah masih belum fokus dan efisien. Hal tersebut tergambar dari banyaknya program, yakni 29.623 jenis program dan 263.135 jenis kegiatan, tetapi dampaknya minim bagi masyarakat.

Terdapat pemanfaatan pembiayaan daerah yang terbatas, sehingga mengganjal akselerasi pembangunan di daerah. Sri Mulyani pun menjelaskan bahwa sinergi kebijakan APBN dan APBD masih belum berjalan maksimal, sehingga perlu terdapat upaya penguatan untuk menjaga kesinambungan fiskal.

"Hal-hal tersebut telah berdampak pada capaian output dan outcome pembangunan yang belum optimal dan timpang di daerah, seperti capaian Indeks Pembangunan Manusia [IPM] yang rentangnya antara 86,6 di Kota Yogyakarta dengan 31,5 di Kabupaten Nduga," ujar Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut.

Menkeu menilai bahwa perlu terdapat kebijakan baru yang berorientasi kepada kinerja dan kapasitas daerah dalam meningkatkan pelayanan publik. Menurutnya, desain UU HKPD tidak hanya menyentuh alokasi fiskal tetapi juga memperkuat belanja daerah agar efisien, fokus, dan memiliki sinergi dengan belanja pemerintah pusat.

"Patut dipahami bersama bahwa kebijakan yang diusung dalam RUU HKPD ini merupakan ikhtiar bersama dalam peningkatan kualitas pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia," ujar Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper