Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia merupakan negara berkembang pertama yang menjadi presidensi pertemuan G20 atau negara-negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
Hal tersebut tercantum dalam cuitan akun resmi Twitter Kementerian Keuangan, @KemenkeuRI. Seperti diketahui, Indonesia menjadi tuan rumah berlangsungnya pertemuan negara-negara G20 pada 2022, yang rangkaian acaranya sudah berlangsung akhir tahini ini.
"Presidensi #G20Indonesia 2022 merupakan G20 pertama yang dipegang oleh negara berkembang," tulis akun Kemenkeu pada Senin (6/12/2021).
Presidensi #G20Indonesia 2022 merupakan G20 pertama yang dipegang oleh negara berkembang.
— #UangKita (@KemenkeuRI) December 6, 2021
Karenanya, Indonesia akan fokus dan mengangkat isu-isu yang merepresentasikan kebutuhan nasional, negara berkembang dan maju hingga negara miskin. pic.twitter.com/K8Sn1szvSa
Dalam gelaran sebelumnya pada tahun ini, Italia menjadi presidensi pertemuan G20. Adapun, tuan rumah pertemuan itu sebelumnya adalah negara-negara maju.
Daftar negara-negara Anggota G20:
Afrika Selatan
Amerika Serikat
Arab Saudi
Argentina
Australia
Brasil
China
India
Indonesia
Inggris
Italia
Jepang
Jerman
Kanada
Korea Selatan
Meksiko
Perancis
Rusia
Turki
Uni Eropa
Kemenkeu menilai bahwa saat ini isu kesehatan akan menjadi salah satu pembahasan utama dalam pertemuan G20. Namun, selain itu, Indonesia sebagai tuan rumah akan turut mengusung isu-isu yang menjadi perhatian negara-negara berkembang.
"Indonesia akan fokus dan mengangkat isu-isu yang merepresentasikan kebutuhan nasional, negara berkembang dan maju hingga negara miskin," tulis akun Kemenkeu.
Dalam wawancara khusus bersama Bisnis, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa isu ketimpangan vaksin Covid-19 akan menjadi pembahasan dalam pertemuan G20. Indonesia mendorong kesetaraan akses vaksin bagi seluruh negara, agar penanganan pandemi Covid-19 secara global dapat berjalan dengan baik.
Lalu, Indonesia pun akan mendorong pembahasan exit policy atau langkah untuk keluar dari berbagai kebijakan khusus dalam penanganan pandemi Covid-19. Menurut Sri Mulyani, perekonomian seluruh negara harus kembali tumbuh tanpa dukungan kebijakan khusus.
"Dalam pertemuan G20, sebetulnya paling penting adalah exit policy dan scarring effect. Ini yang paling penting. Semua negara kan countercyclical yang maksimal, menyebabkan orang mampu survive dalam situasi bencana seperti pandemi. Namun, kondisi extraordinary tidak bisa terus menerus, kebijakan fiskal, moneter diperketat, harus dinormalisasi lagi. Kalau tidak hati-hati, semua keluar bersamaan tanpa koordinasi bisa nyungseb lagi [perekonomian]," ujar Sri Mulyani dalam wawancara khusus bersama Bisnis pada pekan lalu.