Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu menyebut anggaran untuk vaksin dosis ketiga atau booster akan disiapkan melalui mekanisme refocusing anggaran.
Febrio mengatakan sejak perancangannya, APBN 2022 sudah disiapkan untuk fleksibel terhadap refocusing dan realokasi karena sudah menjadi bagian yang inheren guna mempersiapkan tatanan baru hidup bersama endemi.
Mekanisme yang disiapkan, kata Febrio, adalah pencadangan anggaran kementerian/lembaga dan pemerintah daerah minimal sebesar 5 persen untuk antisipasi risiko baru dari pandemi Covid-19.
"Jadi kalau kita akan butuh lagi untuk vaksin, kita siap. Bahkan, sebelum ada varian baru pun sudah kita siapkan ke arah sana," jelas Febrio pada webinar, Senin (6/12/2021).
Pemerintah sebelumnya mengungkap bahwa saat ini Indonesia masih fokus untuk merealisasikan capaian 70 persen vaksinasi dosis pertama, serta 40 eprsen dosis kedua pada akhir 2021.
Airlangga hartarto, selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), menyebut program vaksinasi dosis ketiga atau booster baru akan dibahas pada awal 2022.
"Booster baru disiapkan programnya di bulan Januari [2022] nanti," tutur Airlangga pada konferensi pers November lalu.
Febrio lalu menyampaikan bahwa fleksibilitas pada kebijakan fiskal atau anggaran negara untuk penanganan pandemi Covid-19 dan dampaknya akan berlangsung hanya sampai 2023. Karena, defisit APBN sudah harus bisa kembali ke 3 persen.
Pada 2020, defisit APBN mencapai 6,1 persen dan tahun ini diperkirakan sekitar 5,2-5,3 persen. "Tadinya kita desain untuk 5,7 persen, tapi ternyata penerimaan kita recover lebih cepat," tambah Febrio.
Selanjutnya, Febrio memperkirakan penerimaan negara yang berpotensi pulih lebih cepat ke depannya akan bisa memperkecil defisit anggaran pada 2022 yaitu lebih kecil dari target 4,85 persen. Apalagi, dia menilai Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) diperkirakan bisa ikut mendorong penerimaan negara dari sisi pajak.
Oleh sebab itu, Febrio menilai trajectory Indonesia untuk menuju defisit APBN di bawah 3 persen dalam dua tahun lagi semakin kredibel.