Bisnis.com, JAKARTA — President Director PT Rimba Makmur Utama Dharsono Hartono mengatakan nilai perdagangan karbon hingga akhir tahun ini sudah menyentuh US$1 miliar di pasar sukarela atau voluntary market.
Dharsono mengatakan nilai pasar karbon itu mengalami peningkatan yang relatif cepat selama dua tahun terakhir. Pada tahun 2019, Dharsono mengatakan, nilai perdagangan karbon di seluruh dunia masih berada di posisi US$250 juta.
“Akhir tahun ini sudah lebih dari US$1 miliar di pasar sukarela. Kenapa bisa terjadi? Karena banyak perusahaan secara sukarela memberikan klaim net zero itu karena mereka membutuhkan offset untuk transisi ke low carbon developmentnya mereka,” kata Dharsono saat memberi keterangan dalam seri diskusi ‘Indonesia Carbon Forum’ secara daring, Rabu (1/12/2021).
Dharsono menilai positif kebijakan pajak karbon yang akan segera diimplementasikan pemerintah pada April 2022 mendatang. Kebijakan itu diharapkan dapat menciptakan pasar karbon yang terstruktur di dalam negeri.
“Berarti nanti ada cap and trade seperti apa ambang batasnya, itu bisa membuat pasar sehingga demand-nya bisa kita ukur,” kata dia.
Menurut dia, Indonesia memiliki potensi perdagangan karbon yang relatif besar yang berasal dari permintaan pasar domestik dan global. Alasannya, mayoritas perusahaan internasional berkomitmen untuk membeli kredit karbon itu bukan sebatas untuk keperluan offset emisi yang dihasilkannya.
“Indonesia sebagai origin dari carbon credit ini bisa klaim bagian dari nationally determined contribution [NDC],” kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan memperkirakan nilai pasar kredit karbon global dapat menyentuh di angka US$50 miliar pada tahun 2030. Proyeksi itu berasal dari komitmen sejumlah negara dan perusahaan besar untuk berpartisipasi dalam upaya penurunan emisi karbon beberapa waktu terakhir.
Proyeksi itu disampaikan Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Tirta Karma Senjaya saat memberi pidato kunci dalam seri diskusi ‘Indonesia carbon Forum’ secara daring, Rabu (1/12/2021).
“Diperkirakan terjadi peningkatan permintaan kredit karbon dengan skala 50 kali lipat pada 2030 dan akan meningkat sampai 100 kali lipat pada 2050,” kata Tirta.
Adapun, kata Tirta, sebanyak 368 perusahaan besar dunia sudah berpartisipasi dalam upaya penekanan emisi karbon dunia. Sementara, 1.800 perusahaan lainnya sudah menunjukkan komitmennya untuk ikut berkontribusi dalam perdagangan karbon ini.
Dengan demikian, dia meminta pelaku usaha dalam negeri mulai mengarahkan perhatiannya pada perdagangan karbon tersebut. Di sisi lain, Kementerian Perdagangan tengah menyusun kebijakan dan peta jalan terkait implementasi perdagangan karbon untuk pasar domestik dan global.
“Sehingga dapat terselenggara pasar karbon yang terorganisir, sementara kita perlu memitigiasi akibat perdagangan karbon untuk pasar dalam negeri,” tuturnya.