Bisnis.com, JAKARTA – Rencana penghiliran pada sektor batu bara dinilai belum menjadi jawaban atas upaya pemerintah menekan penggunaan komoditas tersebut di tengah melimpahnya cadangan yang ada.
Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengaku tidak yakin upaya penghiliran yang dijalankan pemerintah akan menjadi peluang baru bagi industri pertambangan batu bara. Pasalnya, penghiliran dan produksi tahunan komoditas itu masih mengalami disparitas jumlah.
Dia mencontohkan, proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME). Proyek yang akan dilaksanakan oleh PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) itu diproyeksi hanya akan menyerap 6 juta ton batu bara per tahun untuk memproduksi 1,4 juta ton DME sebagai pengganti gas.
Singgih menyebut, penggunaan batu bara untuk proyek gasifikasi hanya memakan sekitar 30 juta ton hingga 2030. Sementara itu, produksi tahunan Indonesia retara berada di angka 500 juta–600 juta ton. Tahun ini, produksi batu bara ditargetkan mencapai 625 juta ton.
“Ada 1.300 IUP dan PKP2B ini sudah terjebak pada produksi 600 juta ton. Jadi kalau dilihat opportunity bisa menyerap berapa? [per tahun], dilakukan siapa?” katanya saat webinar Dampak Perubahan Iklim Terhadap Batu Bara, Rabu (1/12/2021).
Selain itu, proyek gasifikasi menurutnya, tidak akan menjamin percepatan transisi energi. Alasannya, ambisi pemerintah tersebut bukan bagian dari industri pertambangan, melainkan masuk pada industri kimia.
Baca Juga
Lebih lanjut, pemerintah diminta untuk mempersiapkan transisi energi secara matang. Bila salah langkah, perusahaan tambang biasa tumbang serentak. Apalagi, produksi dalam negeri telah membludak, bahkan melebihi kebutuhan domestik yang hanya sekitar 137,5 juta ton.
Sebab itu, dia menyarankan agar transisi energi dilakukan secara lebih hati-hati, termasuk dalam upaya pensiun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara yang diharapkan tidak dilakukan tergesa-gesa.
Retirement PLTU, kata dia, cukup dijalani secara natural. Tidak perlu ada percepatan pensiun dini bagi pembangkit. Pasalnya, upaya itu memerlukan dukungan pendanaan internasional, tetapi hingga kini pendanaan tersebut masih sebatas isapan jempol belaka.
“Kalau mau mendorong NDC, kembali kepada konsep natural saja. Seperti co-firing saya setuju, tapi dipercepat retirement saya tidak setuju,” ujarnya.
Di sisi lain, dia meminta asosiasi pertambangan batu bara untuk mempersiapkan rencana supply dan demand batu bara dalam 5 tahun ke depan. Proyeksi itu diperlukan sebagai pemetaan industri batu bara dalam beberapa tahun mendatang.
Sementara itu, Sekjen APBI Haryanto Damanik sepakat bahwa batu bara masih dibutuhkan Indonesia sebagai sumber energi. Berbeda dengan negara lain, batu bara disebutnya, sebagai sumber daya alam yang dapat menjadi sumber pendapatan negara.
Selain itu, upaya pensiun dini PLTU perlu dipikirkan kembali oleh pemerintah. Dia khawatir pemerintah tidak mampu mencari pengganti batu bara sebagai sumber energi baru, karena komoditas itu merupakan bahan bakar paling murah dibandingkan dengan lainnya.
APBI menyebut, perubahan penggunaan energi fosil menjadi energi terbarukan juga berdampak pada tarif dasar listrik. Pihaknya berharap agar pemerintah memperhatikan industri itu baik untuk investasi maupun keberlangsungannya.