Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo benar-benar naik pitam saat menceritakan lambatnya proyek kilang Pertamina di Tuban berjalan lambat.
Proyek pembangunan kilang minyak baru atau grass root refinery (GRR) dikerjakan oleh PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia, perusahaan joint venture antara PT Pertamina (Persero) dengan perusahaan minyak asal Rusia, Rosneft melalui Rosneft Singapore Pte Ltd di Tuban, Jawa Timur.
Secara blak-blakan, Jokowi mengatakan bahwa proyek ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Rosneft kata Presiden ingin agar proyek ini berjalan cepat, namun tidak didukung para stakeholder.
"Rosneft ingin cepat tapi kitanya enggak ingin cepat. Ini investasi yang gede sekali Rp168 triliun. Tapi realisasinya baru kira-kira Rp5,8 triliun," kata Jokowi sembari menghela nafas. Arahan itu disiarkan melalui kanal YouTube Setpres, Sabtu (20/11/2021).
"Terakhir sudah ada aja permintaannya, minta kereta api lah, minta jalan tol lah. Baru mulai berapa persen Rp5 triliun itu, 5 persen aja belum ada. Enggak ada masalah kok. Memang fasilitas itu pemerintah yang harus membangun," tambahnya.
Jokowi meminta direksi pro aktif untuk menyampaikan permasalahan di lapangan. Namun, menilai bahwa permasalahan perusahan adalah terlena berjalan di zona nyaman.
Baca Juga
"Problemnya itu comfort zone. Zona nyaman itu ingin kita hilangkan. Zona rutinitas itu ingin kita. Nggak bisa lagi kita masih tenang di zona nyaman. Nggak bisa lagi," tegasnya.
Adapun, PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia melanjutkan tahapan baru pembangunan kilang grass root refinery Tuban dengan memulai penggarapan desain terperinci bersama Spanish Tecnicas Reunidas SA (Tecnicas Reunidas).
Kick-off meeting bertujuan untuk membahas desain secara terperinci (front end engineering design/FEED) diselenggarakan secara daring pada Rabu (14/4/2021) bersama dengan Tecnicas Reunidas. Agenda ini dilakukan menyusul telah tuntasnya desain dasar (basic engineering design/BED) pada awal 2021.
Proyek kilang ini ditargetkan rampung pada 2026 dan dapat menjadi jawaban atas isu pemenuhan energi nasional. Apabila tidak ada pembangunan kilang baru, impor BBM Indonesia diperkirakan akan meningkat dari 0,53 juta barel per hari (bph) menjadi 1 juta bph atau setara dengan 68 persen kebutuhan energi nasional.
Tidak hanya itu, Jokowi menyampaikan kemarahannya saat mengetahui proyek kilang petrokimia PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban masih berjalan lambat.
Proyek tersebut diperkirakan memakan investasi sekitar US$3,8 miliar. Akan tetapi setelah bertahun-tahun, belum juga menunjukan progres menggembirakan.
Cerita Jokowi, saat pertama kali dilanjut sebagai Presiden pada 2014, dia langsung mengunjungi proyek TPPI di Tuban tersebut. Padahal Presiden sudah memperkirakan proyek ini akan menekan impor produk petrokimia.
Dia juga mengaku mengikuti perkembangan proyek tersebut. Bahkan dalam kunjungan terakhir, Jokowi sempat membentak Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati saat memberikan penjelasan penyebab proyek berjalan lambat.
"Diceritain hal yang sama begitu loh. Bu, nggak. Saya nggak mau denger cerita itu lagi. Saya udah denger dari Dirut sebelumnya. Saya blak-blakan memang. Biasa. Tender sudah 2 kali. Bulak-balek diulang-ulang terus. Dan progresnya saya ikuti. Jangan pikir saya nggak ikuti," terangnya.