Bisnis.com, JAKARTA – Peningkatan rata-rata upah minimum provinsi (UMP) 2022 yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata kenaikan sebelum pandemi Covid-19 diperkirakan tidak akan menahan laju konsumsi masyarakat.
Seperti diketahui, pemerintah menetapkan rata-rata kenaikan UMP 2022 sebesar 1,09 persen pada tahun depan. Peningkatan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan kenaikan tahun ini sebesar 0,46 persen.
Jika dibandingkan dengan rata-rata kenaikan UMP pada lima tahun terakhir, yaitu 8-9 persen, maka upah minimum 2022 jauh lebih rendah.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan bahwa hal tersebut tidak akan menahan konsumsi masyarakat.
"Tidak akan menahan konsumsi. Yang penting untuk pasar kerja saat ini adalah: yang tahun lalu dan tahun ini mengalami pengurangan jam kerja, bisa kembali kerja full hours," jelas Amalia kepada Bisnis, Kamis (18/11/2021).
Tidak hanya itu, Amalia mengatakan konsumsi masyarakat tidak akan tertahan karena akhirnya masyarakat yang pada tahun lalu dan tahun ini kehilangan pekerjaan, akan bisa kembali bekerja. Hal itu, tambahnya, cukup mendorong daya beli masyarakat.
Baca Juga
"Dua hal ini sudah sesuatu sekali utk mendorong konsumsi, karena pendapatan [income] kembali normal," tuturnya.
Selain itu, menurut Amalia, rata-rata kenaikan UMP 1,09 persen di 2022 sudah cukup wajar dalam kondisi perekonomian yang sudah mulai pulih. Dia mengatakan kenaikan UMP juga tidak boleh memberikan tekanan tambahan terhadap perusahaan yang terkena dampak krisis dan dalam proses pemulihan.
"Ini adalah balancing dari sisi permintaan dan sisi produksi. Penciptaan lapangan kerja baru dan pemulihan sektor usaha menjadi perhatian penting ke depan," jelasnya.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menilai kenaikan UMP 2022 dapat meningkatkan konsumsi secara agregat. Karena, saat ini fokus utama dalam dunia usaha adalah pembukaan lapangan kerja guna mengurangi tingkat pengangguran akibat pandemi Covid-19.
Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun ke 6,49 persen dari jumlah angkatan kerja atau setara dengan 9,10 juta orang, pada Agustus 2021.
Sebelumnya, pada Agustus 2020, TPT tercatat sebesar 7,07 persen dari jumlah angkatan kerja, atau setara dengan 9,77 juta orang.
"Dengan UMP yg kompetitif maka perusahaan akan terinsentif untuk melakukan ekspansi sehingga akan menciptakan banyak lapangan kerja," kata Faisal kepada Bisnis, Kamis (18/11/2021).
Penciptaan lapangan kerja ini, tambahnya, akan semakin meningkat seiring dengan optimisme terkait dengan percepatan vaksinasi dan pelonggaran PPKM.
Akan tetapi, Faisal mengingatkan bahwa kebijakan UMP 2022 tersebut harus dibarengi oleh komitmen pemerintah dan otoritas moneter, Bank Indonesia (BI), untuk menjaga tingkat inflasi tahun depan. Hal itu penting agar daya beli masyarakat tetap terjaga.
Kementerian Ketenagakerjaan mengatur kebijakan kenaikan rata-rata (UMP) pada 2022, dengan menggunakan formulasi penghitungan baru yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No.36/2021 tentang Pengupahan.
Berdasarkan perhitungan terbaru, UMP tertinggi berada di DKI Jakarta dengan nilai Rp4.453.724. Sebaliknya, UMP terendah pada 2022 berada di Jawa Tengah dengan nominal Rp1.813.011.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Indah Anggoro Putri menegaskan bahwa 1,09 persen merupakan rata-rata kenaikan dari upah minimum seluruh provinsi. Keputusan akhir persentase kenaikan akan kembali kepada gubernur setiap provinsi dan mengacu pada data-data yang diterbitkan BPS.
“Penyesuaian upah minimum tahun depan tergantung gubernur yang menetapkan, bukan berarti semua provinsi naik 1,09 persen,” katanya.