Bisnis.com, JAKARTA – Proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Sumsel 8 milik PT Bukit Asam Tbk. Atau PTBA di Tanjung Lalang, Tanjung Agung, Muara Enim, Sumatera Selatan disebut menggunakan teknologi super critical untuk menekan emisi gas rumah kaca.
Gusti Anggara, Deputi GM Huadian Bukit Asam Power (HBAP) yang merupakan konsorium pelaksana proyek PLTU Sumsel 8, mengatakan bahwa proyek tersebut menggunakan teknologi ramah lingkungan, yakni super critical.
Dalam rangka menekan emisi gas buangnya, PLTU Sumsel 8 juga menerapkan teknologi flue gas desulfurization (FGD) yang digunakan untuk meminimalkan sulfur dioksida dari emisi gas buang pembangkit listrik berbahan bakar fosil batu bara.
Gusti menuturkan, FGD merupakan proses pencampuran emisi gas hasil pembakaran batu bara dengan zat pengikat berupa kapur basah (CaCO3) agar kandungan sulfur dioksida yang dilepaskan ke atmosfer menjadi rendah.
PLTU tersebut merupakan bagian dari proyek 35.000 megawatt (MW) yang dibangun oleh PTBA melalui PT HBAP sebagai pengembang listrik atau independent power producer (IPP). PT HBAP merupakan konsorsium antara PTBA dengan China Huadian Hongkong Company Ltd.
“Proyek PLTU ini nantinya membutuhkan sekitar 5 juta ton batu bara per tahunnya yang disuplai dari IUP Bangko, di wilayah tambang PTBA Tanjung Enim,” katanya melalui keterangan resmi, Rabu (17/11/2021).
Baca Juga
Proyek itu sendiri ditargetkan selesai pada Maret 2022. PLTU Mulut Tambang terbesar di Asia Tenggara tersebut berkapasitas 2 X 660 MW, dan progres pembangunannya telah mencapai 92,84 persen.
“Kami menerima laporan progresnya sudah lebih dari 92 persen. Semoga lancar sesuai target dan dapat bermanfaat, khususnya bagi masyarakat sekitar, menguatkan sistem kelistrikan sistem Sumatera,” ujar Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi.