Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pertanian menyebutkan alokasi impor gula mentah untuk konsumsi 2022 telah mempertimbangkan perkembangan produksi di dalam negeri. Data yang menjadi acuan merupakan taksasi tengah yang memperlihatkan kenaikan dibandingkan dengan produksi sepanjang 2020.
Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementan Bagus Hudoro mengatakan taksasi tengah produksi gula tebu yang ditetapkan pada awal September mencapai 2,28 juta ton, lebih tinggi daripada total produksi 2020 sebesar 2,13 juta ton.
Bagus mengatakan angka taksasi bisa berubah dan lebih tinggi, mengingat sejumlah pabrik masih melakukan penggilingan tebu sampai November. Tetapi, data taksasi tengah dipakai untuk mengakomodasi rapat koordinasi kebutuhan gula 2022 yang dilaksanakan pada Oktober sampai awal November.
“Keputusan untuk penetapan alokasi impor gula mentah pada 2022 adalah menggunakan taksasi tengah. Sehingga asumsi kekurangan mengacu pada angka tersebut. Alasannya karena tidak mungkin menunggu sampai ditetapkan taksasi akhir,” kata Bagus, Kamis (18/11/2021).
Taksasi akhir sementara yang dihitung pekan lalu, kata Bagus, telah mencapai 2,35 juta ton. Bertambahnya luas area tanam, produktivitas, dan tingkat rendemen menjadi faktor pendorong kenaikan.
Bagus juga mengatakan penetapan alokasi impor gula mentah 2022 juga mempertimbangkan perkembangan produksi dan harga di sejumlah negara produsen utama seperti Brasil, India, dan Australia. Terdapat kecenderungan produksi yang turun dan disertai harga yang naik menurut pemantauan pemerintah.
“Negara-negara produsen dunia mengalami gangguan produksi, Misal musim dingin di Brasil, sementara di Australia India juga ada penurunan produksi sehingga harga-harga cenderung meningkat. Alokasi impor harus segera diputuskan. Informasi perdagangan, kalau tidak segera diputuskan kuota impor, kemungkinan harga bisa terlalu mahal dan sulit untuk impor,” katanya.
Harga rata-rata gula internasional pada awal November 2021, sebagaimana dihimpun Kemendag, telah mencapai US$504,38 per ton. Harga tersebut meningkat dibandingkan dengan Oktber yang rata-rata di angka US$499,68 per ton. Harga juga jauh meningkat dibandingkan dengan November 2020 yang saat itu masih berada di angka US$405,2 per ton.