Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan bahwa mengolah batu bara menjadi energi bersih masih menjadi tantangan. Dia menyebut batu bara belum kiamat meski mulai memasuki masa senja.
Dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca, sejumlah faktor menjadi penentu utama yang menyebabkan munculnya emisi karbon, termasuk dari deforestasi maupun kendaraan berbahan bakar energi fosil.
Kata dia, perusahaan tambang sejatinya juga dapat memulai upaya penurunan emisi gas rumah kaca melalui reklamasi lahan bekas tambang. Pasalnya deforestasi menjadi salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca dunia.
Selain itu, pemerintah juga mulai memberlakukan pajak karbon sebagai upaya menurunkan gas rumah kaca. Hal ini turut ditanggapi oleh sejumlah perusahaan untuk menetapkan kebijakan rendah karbon.
Salah satunya telah dilakukan oleh PT Bukit Asam Tbk dengan membangun PLTS di area bekas tambang. Perusahaan ini membidik tiga daerah membangunkan PLTS di tiga lokasi bekas tambang.
Lebih lanjut, pemanfaatan bahan bakar B30 juga dapat menekan emisi karbon. Terlebih pemerintah dunia menekankan emisi karbon gak Bahkan upaya ini juga dijalankan oleh PLN melalui RUPTL 2021 - 2030.
“Batu bara kita belum kiamat. Kita masih punya peluang. Pembangunan batu bara di negara lain juga masih berjalan. Ini membuktikan batu bara 2050 - 2060 Indonesia sangat kompetitif,” terangnya.