Bisnis.com, DUBAI – Usulan perbaikan sistem pencatatan data yang menjadi basis dikeluarkannya Global Islamic Economic Report diyakini bakal menjadi pintu masuk untuk mendongkrak posisi Indonesia ke peringkat yang lebih baik dari saat ini.
Seperti diketahui, Dinar Standard—lembaga kajian internasional—rutin mengeluarkan Global Islamic Economic Report setiap tahun. Laporan tersebut menjadi acuan bagi semua negara di dunia, termasuk terkait dengan perdagangan halal.
Sayangnya, acuan data tersebut dinilai tidak sesuai oleh Indonesia, sebab tidak menggambarkan data yang sesungguhnya.
Sebagai contoh, berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Dinar Standard pada 2020, ekspor produk makanan dan minuman halal Indonesia tercatat sebesar US$2,6 miliar sehingga menempati posisi keempat di dunia, setelah Malaysia, Singapura, dan Uni Emirat Arab. Posisi tersebut naik satu peringkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
“Dari sisi administratif, kami merasa sistem pencatatan di Dinar Standard kurang pas, sebab dari data itu terlihat gap-nya sangat jauh,” ujar Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Didi Sumedi kepada Bisnis di Dubai, Uni Emirat Arab, Rabu (3/11/2021).
Menurut Didi, gap data tersebut bisa jadi disebabkan oleh perbedaan acuan data yang digunakan. Pencatatan di Indonesia selama ini menggunakan sistem freight on board (FOB), sedangkan Dinar Standard mengacu kepada perhitungan cost insurance and freight (CIF).
“Kalaupun ada diskrepansi wajar, tapi tidak sebesar itu. Jadi, kami akan terus berupaya untuk melakukan pemantapan data. Jika cara pencatatan bisa disesuaikan dengan concern Indonesia, hal itu akan memperbaiki peringkat RI,” jelas Didi.