Bisnis.com, JAKARTA – Kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) akan menjadi pertaruhan bagi industri rokok pada tahun depan. Pasalnya, di samping situasi daya beli yang masih belum pulih sepenuhnya, produksi di hulu juga terancam cuaca buruk.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi mengatakan bahwa perbaikan produksi pada tahun depan akan sangat bergantung pada kenaikan tarif CHT.
“Kalau kenaikan cukainya eksesif dan situasi pandemi belum berakhir, kami masih was-was. Agak berat kalau ada kenaikan, [produksi] tidak turun saja sudah bagus,” kata Benny ketika dihubungi, Selasa (2/11/2021).
Dia juga mengatakan, pertumbuhan produksi yang terindikasi dari pemesanan cukai tidak mencerminkan serapan di pasar.
Catatan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan, sebelumnya menunjukkan ada kenaikan produksi rokok pada Januari–September 2021 sebesar 4,3 persen menjadi 235 miliar batang.
Kenaikan terbesar pada sigaret kretek tangan sebesar 10 persen ditengarai karena tarif CHT untuk jenis rokok tersebut tidak dinaikkan pada tahun ini.
Baca Juga
Adapun, Benny masih berpegang pada proyeksi bahwa produksi sigaret putih mesin (SPM) akan terkontraksi tahun ini, bahkan bisa lebih rendah dari tahun lalu.
Namun, dalam skenario optimistis, momentum konsumsi akhir tahun bisa turut mengerek kinerja IHT, sehingga level kontraksi bisa diturunkan.
“Walaupun dibandingkan dengan periode sebelumnya, sudah ada kenaikan penebusan cukai. Artinya para produsen melihat ada peluang, kemudian mereka mengantisipasi cukai lama masih bisa dipakai sebulan sampai 2 bulan,” ujarnya.
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengindikasikan pengumuman kenaikan tarif CHT akan diumumkan pada bulan ini.
“Saya harap bulan ini harusnya sudah [diumumkan], karena harmonisasi sudah kami usulkan, hanya angka dan komposisi yang harus perlu dihitung matang-matang,” kata Nirwala.
Dengan rencana tersebut, pemerintah juga menaikkan target penerimaan cukai pada tahun depan menjadi Rp203,9 triliun dari tahun ini Rp180 triliun.