Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai potensi ekspor listrik dari Indonesia ke Singapura akan menjadi sumber devisa baru pada sektor energi.
Selain itu, menurut Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa kesempatan tersebut akan menjadi peluang besar terhadap proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) skala besar di Tanah Air.
“Ini kesempatan untuk menjadikan listrik energi terbarukan dari PLTS sebagai sumber devisa, mengganti devisa dari penjualan gas dari Natuna yang berakhir di 2023,” katanya kepada Bisnis Kamis (28/10/2021).
Energy Market Authority (EMA) Singapura telah mengumumkan untuk melakukan diversifikasi sumber listriknya melalui impor dari pembangkit energi terbarukan hingga 4 gigawatt (GW) non-intermiten pada 2035. Langkah itu dilakukan demi mencapai dekarbonisasi di negara itu.
Fabby menilai, Indonesia memiliki posisi geografis yang sangat strategis dengan jarak cukup dekat dengan Singapura. Selain itu, potensi sumber terbarukan di Indonesia cukup luas diitingi dengan ketersediaan lahan memadai.
Adapun sejumlah perusahaan patungan Indonesia dan Singapura sepakat untuk menggarap tiga proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Pada tahap awal, ditargetkan ekspor perdana dari energi bersih ini sebesar 100 megawatt non-interminen pada 2024.
Pertama, Medco Power dan Konsorsium PacificLight Power Pte Ltd (PLP) bersama Salim Group melalui Gallant Venture Ltd. Konsorsium ini telah mendapat izin prinsip dari EMA. Pada tahap awal, kapasitas yang disalurkan ke Singapura mencapai 670 megawatt peak (MWp) atau setara 100 MW non-intermiten.
Kedua, pengembangan proyek energi bersih dilakukan antara Bright PLN Batam bersama dengan PT Trisurya Mitra Bersama (Suryagen) dan perusahaan pengembang energi baru terbarukan Singapura, Sembcorp Industries.
Bright PLN Batam telah menandatangani joint development agreement (JDA) atau perjanjian pengembangan bersama untuk mengembangkan proyek penyimpanan energi dan tenaga surya terintegrasi skala besar di wilayah Batam, Bintan dan Karimun (BBK), Kepulauan Riau, Indonesia.
Ketiga, perusahaan solar energi asal Singapura Sunseap turut meneken nota kesepahaman (MoU) dengan PT Mustika Combol Indah, PT Agung Sedayu, Sumitomo Corporation, Samsung C&T Corporation, Oriens Asset Management dan Durapower Group.
Konsorsium ini menyepakati pengembangan kapasitas gabungan sistem tenaga surya sebesar 7 GWp yang dilakukan di Kepulauan Riau. Kapasitas gabungan sistem tenaga surya ini adalah salah satu proyek energi bersih interkoneksi lintas batas terbesar di Asia Tenggara.