Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wamenkeu: Indonesia Butuh Rp3,5 Kuadriliun untuk Pensiunkan Dini PLTU

Negara membutuhkan dana besar untuk beralih dari PLTU sebagai sumber listrik utama.
PLTU Suralaya unit 8, dikenal juga sebagai PLTU Banten 1 Suralaya Operation and Maintenance Services Unit (OMU), terletak di sebelah timur PLTU Suralaya I-VII, Desa Suralaya, Kecamatan Pulo Merak, Cilegon. PLTU berkapasitas terpasang I x 625 MW melengkapi PLTU Suralaya 1-7 yang beroperasi sejak 1984. PLTU ini diresmikan pada 28 Desember 2011. /indonesiapower.co.id
PLTU Suralaya unit 8, dikenal juga sebagai PLTU Banten 1 Suralaya Operation and Maintenance Services Unit (OMU), terletak di sebelah timur PLTU Suralaya I-VII, Desa Suralaya, Kecamatan Pulo Merak, Cilegon. PLTU berkapasitas terpasang I x 625 MW melengkapi PLTU Suralaya 1-7 yang beroperasi sejak 1984. PLTU ini diresmikan pada 28 Desember 2011. /indonesiapower.co.id

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia berencana untuk mengurangi penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara guna mencapai target pengurangan emisi karbon. Hal ini perlu dilakukan meskipun kontrak sejumlah PLTU di Indonesia dengan pemerintah belum selesai.

Untuk mempensiunkan PLTU ini lebih dini, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pemerintah membutuhkan dana sebesar Rp3.500 triliun, atau Rp3,5 kuadriliun.

"Bagi Indonesia untuk bisa mempensiunkan dini sejumlah PLTU batu bara, dibutuhkan dana tidak kurang dari Rp3.500 triliun. Ini bukan uang yang sedikit," jelas Suahasil pada webinar Alumni AS "Road to Glasgow: Indonesia's Contribution to COP26", Kamis (28/10/2021).

Suahasil menyebut hal ini memerlukan seluruh usaha dan jalur pendanaan. Tentu saja, tambahnya, anggaran negara atau APBN akan menjadi salah satu sumber pembiayaan.

"APBN artinya uang pembayar pajak. Uang dari penerimaan pajak akan menjadi bagian dari sumber pembiayaan," tegas Suahasil.

Namun, dia mengaku bahwa mengandalkan APBN saja tidak cukup. Dukungan pembiayaan dari komunitas internasional sangat dibutuhkan. Untuk itu, Suahasil menyebut gelaran COP26 di Glasgow diharapkan bisa menjadi awal bagi perwujudan hal tersebut.

"Kita berharap [COP26] Glasgow akan menjadi milestone bagi kontribusi internasional bisa diwujudkan dan menjadi stepping stone," katanya.

Secara konkrit, pembiayaan internasional diharapkan bisa dilakukan melalui penerbitan obligasi hijau (green bond) dan SDG bond. Pemerintah berharap obligasi ini bisa dibeli oleh para investor global dengan biaya atau kupon yang rendah.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper