Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Realisasi Belanja APBD Lambat, DI Yogyakarta Nomor 1

Yogyakarta menjadi daerah dengan selisih realisasi pendapatan dan belanja APBD yang tertinggi, mencapai 20,39 persen. Jarak yang menganga itu terjadi karena realisasi pendapatannya merupakan yang tertinggi di Indonesia, tetapi realisasi belanja tidak cukup cepat.
Pengendara melintas di kawasan Tugu Pal Putih, Yogyakarta, Jumat (10/6/2021)./Antara-Hendra Nurdiyansyah
Pengendara melintas di kawasan Tugu Pal Putih, Yogyakarta, Jumat (10/6/2021)./Antara-Hendra Nurdiyansyah

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mencatat realisasi pendapatan APBD masih lebih tinggi dibandingkan dengan belanjanya, dengan rata-rata selisih 11,25 persen. Selisih tertinggi terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan perbedaan pendapatan dan belanja APBD mencapai 20,39 persen.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin (25/10/2021). Dia menjelaskan bahwa hampir seluruh provinsi belum merealisasikan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dengan maksimal.

Rata-rata realisasi pendapatan APBD tercatat di angka 61,2 persen, sedangkan rata-rata realisasi belanja baru 49,6 persen. Menurut Sri Mulyani, masih lambatnya realisasi belanja APBD membuat selisih yang cukup besar terjadi.

Dia menjelaskan bahwa Yogyakarta menjadi daerah dengan selisih realisasi pendapatan dan belanja APBD yang tertinggi, mencapai 20,39 persen. Jarak yang menganga itu terjadi karena realisasi pendapatannya merupakan yang tertinggi di Indonesia, tetapi realisasi belanja tidak cukup cepat.

"Selisih tertinggi di Yogyakarta diindikasikan karena tingginya penyaluran transfer ke daerah dan dana desa [TKDD], yaitu mencapai 76,5 persen salur TKDD, tetapi belum diikuti dengan serapan belanja," ujar Sri Mulyani pada Senin (25/10/2021).

Dari seluruh provinsi, hanya Sulawesi Tenggara yang mencatatkan realisasi belanja APBD lebih tinggi dari realisasi pendapatannya, yakni terpaut 0,62 persen. Namun, menurut Sri, hal tersebut terjadi karena transfer dana ke provinsi tersebut kecil.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa serapan belanja yang belum optimal akan berdampak terhadap tingginya nilai simpanan pemerintah daerah di perbankan. Per September 2021, nilai simpanan itu mencapai Rp194,12 triliun atau hampir mendekati catatan tertinggi tahun ini, yakni pada April 2021 senilai Rp194,54 triliun.

"Daerah perlu meningkatkan kecepatan dan ketepatan eksekusi belanjanya," ujar Sri Mulyani.

Pada Agustus 2021, Jawa Tengah menjadi satu-satunya provinsi yang mencatatkan realisasi belanja di atas realisasi pendapatan, yakni selisih 0,63 persen. Namun, kondisinya berubah pada September 2021 sehingga Sri Mulyani menekankan perlunya percepatan realisasi APBD.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper